PEMBENTUKAN AGREGAT TANAH

PEMBENTUKAN AGREGAT TANAH
(Laporan Praktikum Teknologi Konservasi Tanah dan Air)



I. PENDAHULUAN


1.1 Latar Belakang

Kerak bumi yang tersusun dari mineral dan bahan organik yang menyusun tanah. Peranan tanah sangat penting bagi semua kehidupan di bumi ini karena tanah mendukung kehidupan tumbuhan dengan menyediakan hara dan air sekaligus sebagai penopang akar. Struktur yang berongga-rongga menjadi tempat yang baik bagi akar untuk bernafas dan tumbuh. Tanah juga sebagai tempat habitat hidup bagi mikroorganisme.

Keragaman mikroorganisme tanah sangat kaya, seperti bakteri, aktinomicetes, fungi, protozoa, alga dan virus. Tanah pertanian yang subur mengandung lebih dari 100 juta mikroba per gram tanah. Produktivitas dan daya dukung tanah tergantung pada aktivitas mikroba tersebut. Sebagian besar mikroba tanah memiliki peranan yang menguntungan bagi pertanian, yaitu berperan dalam menghancurkan limbah organik, re-cycling hara tanaman, fiksasi biologis nitrogen, pelarutan fosfat, merangsang pertumbuhan, biokontrol patogen dan membantu penyerapan unsur hara. (Hakim, 1986).

Agregat tanah merupakan unit struktural tanah yang terdiri atas partikel tanah (pasir, debu dan tanah liat) dan bahan organik (humus) yang ditemukan di dalam tanah tanah (Barnes, at all. 1997). Agregat tanah merupakan partikel-partikel didalam tanah yang bergabung dalam suatu kelompok. Agregat tanah terbentuk akibat adanya suatu interaksi dari butiran tunggal, liat ataupun lempung, oksidasi besi ataupun aluminium dan bahan organik (Hakim, 1986).

1.2 Tujuan Praktikum

Adapun tujuan dilakukannya praktikum ini adalah sebagai berikut:
1.        Mengetahui pengaruh konsentrasi PAM terhadap pembentukan agregat tanah.
2.        Mengetahui jumlah PAM yang dibutuhkan untuk tanah kering.
3.        Mengetahui jumlah PAM yang dibutuhkan untuk tanah kering.
4.        Mengetahui cara pembentukan agregat tanah dengan PAM.

































II. METODOLOGI PERCOBAAN



2.1 Alat dan Bahan

Adapun alat-alat yang digunakan pada praktikum kali ini yaitu wadah plastik, timbangan, label, sendok dan alat tulis. Sedangkan bahan-bahan yang digunakan yaitu tanah basah 10 gram, tanah kering udara 10 gram, PAM 0.1% dan PAM 0,5%.

2.2 Prosedur Kerja

Adapun langkah kerja yang dilakukan pada praktikum ini adalah sebagai berikut:
1.    Tanah basah dan tanah kering udara ditimbang masing masing seberat 10 gram, kemudian tanah dimasukkan kedalam wadah plastik,
2.    Kemudian beri PAM 0,1% ke wadah yang telah berisi tanah basah dan tanah kering udara. Usahakan PAM yang diberikan jangan berlebihan,
3.    Setelah itu beri PAM 0,5% ke wadah tanah lainnya yang berisi tanah basah dan tanah kering udara.
4.    Kemudian masing masing wadah plastik tanah yang telah ditambahkan PAM diaduk dengan menggunakan sendok/spatula kemudian ditimbang kembali Setelah itu catat hasil yang didapatkan masing-masing tanah dengan penambahan PAM.
5.    Setelah itu masing masing tanah diamkan beberapa saat, lalu diaduk kembali hingga menjadi agegrat dan amati hasilnya,
6.    Setelah itu catat kembali hasil yang didapat.











III. HASIL DAN PEMBAHASAN


3.1 Hasil Pengamatan

Adapun tabel hasil pengamatan yang diperoleh pada praktikum ini, adalah:
No.
Perlakuan
Jumlah PAM yang Digunakan
1.
Tanah Basah PAM 0,1%
0,3 gram
2.
Tanah Basah PAM 0,5%
0,5 gram
3.
Tanah Kering Udara PAM 0,1%
1,8 gram
4.
Tanah Kering Udara PAM 0,5%
1,4 gram


3.2 Pembahasan
Praktikum ini dilakukan dua perlakuan dan empat kali ulangan yaitu pemberian PAM dengan konsentrasi yang berbeda yaitu 0,1% dan 0,5% pada tanah basah dan kering udara. Didapatkan hasil banyaknya PAM yang digunakan pada tanah kering udara yaitu pada konsentrasi 0,1% sebesar 1,8 gram, pada konsentrasi 0,5% sebesar 1,4 gram. Hasil tersebut menunjukkan semakin kecil konsentrasi PAM yang digunakan maka semakin banyak PAM yang dibutuhkan dalam pembentukan agregat tanah, begitupun sebaliknya.  Selanjutnya pada tanah basah, banyaknya PAM yang digunakan pada konsentrasi 0,1% yaitu sebesar 0,3 gram dan pada konsentrasi 0,5% sebesar 0,5 gram.
Kumpulan pasir, pasir halus, tanah liat serta partikel organik seperti sel mikroba sendiri yang menggumpal karena adanya gum, polisakarida atau metabolit lainnya yang disekresi mikroba merupakan pengertian dari agregat. Agregat yang dibentuk sangat ditentukan oleh batuan induk penyusunnya, iklim dan aktivitas biologis yang berlangsung dilingkungan tersebut. Agregat tanah yang terbentuk ditentukan oleh batuan induk penyusunnya, iklim, dan aktivitas biologi yang langsung di lingkungan tersebut. Distribusi materi pasir, pasir halus (slit) dan tanah liat merupakan tekstur tanah, sedangkan tekstur tanah menunjukkan sifat agregat (Yuwono, 2005).

Kesatuan partikel tanah yang melekat satu dengan lainnya lebih kuat dibandingkan dengan partikel sekitarnya merupakan pengertian dari agregat tanah. Proses pembentukan agregat tanah melibatkan organisme seperti benang-benang hifa pada jamur yang mampu mengikat partikel tanah dengan partikel lain (Schnitzer, 1978). Dua proses dipertimbangkan sebagai proses awal dari pembentukan agregat tanah, yaitu flokulasi dan fragmentasi. Flokulasi terjadi jika partikel tanah yang pada awalnya dalam keadaan terdispersi, kemudian bergabung membentuk agregat (Kemper dan Rosenau, 1986). Sedangkan fragmentasi terjadi jika tanah dalam keadaan masif, kemudian terpecah-pecah membentuk agregat yang lebih kecil (Martin et al., 1955).

PAM atau polyacrilamid adalah sejenis bahan pemantap tanah polymer non-hidrophobik, mempunyai bagian aktif amide yang mengikat bagianbagian OH pada butir liat melalui ikatan hydrogen (Arsyad, 2000). PAM merupakan bahan yang larut dalam air, bahan tersebut dipasaran telah dipakai secara luas untuk memperbaiki struktur tanah (Sarief, 1998). Penggunaan PAM dalam memperbaiki sifat fisiki tanah dalam bentuk cairan agar mudah disemprotkan kepermukaan tanah (Sutono,2015). Pemakaian bahan pemantap tanah dapat dilakukan dengan cara penerapan langsung di permukaan tanah, dicampur dengan tanah dan pemakaian setempat/lubang (Sarief 1998).

Pembenah tanah atau Soil conditioner adalah bahan-bahan sintesis atau alami, organik atau mineral, berbentuk padat maupun cair yang mampu memperbaiki struktur tanah, dapat merubah kapasitas tanah dan dapat memperbaiki kemampua tanah dalam memegang hara, sehingga hara dan air tidak mudah hilang, namun tanaman masih mampu memanfaatkan air dan hara tesebut.  Fungsi soil conditioner adalah dapat mengefesienkan pemupukan dan memperbesar permeabilitas tanah berstruktur jelek ataupun memperbaiki distribusi ukuran pori. Pada awalnya konsep dari penggunaan pembenah tanah adalah memantapkan agregat tanah untuk mencegah erosi dan pencemaran, merubah sifat hidrophobik dan hidrofilik, sehingga dapat merubah kapasitas tanah menahan air dan meningkatkan kemapuan tanah dalam mengikat hara dengan cara meningkatkan kapasitas tukar kation (Subagyono, 2004).



IV. KESIMPULAN



Adapun kesimpulan dari praktikum ini adalah sebagai berikut:
1.    Hasil percobaan membuktikan bahwa semakin kecil konsentrasi PAM yang digunakan maka semakin banyak PAM yang dibutuhkan dalam pembentukan agregat tanah.
2.    Pada tanah kering udara memerlukan PAM 0,1% sebanyak 1,8 gram sedangkan pada PAM 0,5% sebanyak 1,4 gr.
3.    Pada tanah basah memerlukan PAM 0,1% sebanyak 0,3 gram sedangkan pada PAM 0,5% sebanyak 0,5 gram.
4.    Agregat tanah terbentuk karena proses flokulasi dan fragmentasi.








V. DAFTAR PUSTAKA



Arsyad, S. 2010. Konservasi Tanah dan Air. Edisi kedua. IPB Press. Bogor. 472 halaman.

Barnes, B.V., Donald R.Z., Shirley R.D. and Stephen H.S. 1997. Forest Ecology.
4thEdition. John Wiley and Sons Inc. New York.

Hakim, N., M. Y. Nyakpa, A. M. Lubis, S. G. Nugroho, M. A. Tina, G. B. Hong dan H. H. Bailey. 1986. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. Universitas Lampung. Lampung.

Kemper, W. D., & Rosenau, R. C. (1986). Aggregate stability and size distribution.Martin et al., 1955

Sarief, E. S., 1998. Ilmu Tanah Pertanian. Bandung: Pustaka Buana Sutono,2015).

Schnitzer, M. 1978. Soil Organic Matter. Elsevier Scientific publishing Company.
Amsterdam.

Subagyono, K., Haryati, U., & Talaohu, S. H. 2004. Teknologi konservasi air pada pertanian lahan kering. Dalam: Kurnia U, Rachman A, Dariah A (Eds.). Teknologi Konservasi Tanah pada Lahan Kering Berlereng. Puslitbang Tanah dan Agroklimat, Badan Litbangtan, 151-188.

Yuwono. 2005. Kesuburan Tanah. Kanisius. Yogyakarta.





















LAMPIRAN





















GAMBAR



No.
Foto
Keterangan
1.
Menimbang masing-masing bobot awal wadah sebanyak 4 wadah.
2.

Tanah kering udara      Tanah basah
Menimbang  bobot tanah kering udara dan bobot tanah basah sebanyak 10 gr pada wadah 1 dan 2 untuk tanah basah dan pada wadah 3 dan 4 untuk tanah kering.
3.


Setelah itu, memberi larusan PAM 0,1% pada wadah 1 (tanah basah) dan wadah 3 (tanah kering udara)  dan memberi larutan 0,5 % pada wadah 2 dan 4. PAM yang diberikan ke masing-masing wadah harus membentuk agregat. Setelah itu ditimbang kembali bobot nya.


Comments