PENGENDALIAN
HAYATI PENYAKIT TANAMAN
1.
PENGUJIAN SECARA IN VITRO
(Laporan
Praktikum Pengendalian Penyakit Tanaman)
I.
PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang
Saat pestisida
sudah dianggap kurang efektif sebagai pengendalian organisme pengganggu tanaman karena terdapat
banyak dampak negatif yang ditimbulkan maka pengendalian secara hayati
merupakan suatu solusi yang menjanjikan. Dampak negatif dari penggunaan
pestisida diantaranya adalah meningkatnya daya tahan hama terhadap pestisida,
membengkaknya biaya perawatan akibat tingginya harga pestisida dan penggunaan
yang salah dapat mengakibatkan racun bagi lingkungan, manusia serta ternak. Pengendalian
secara hayati memiliki beberapa keunggulan dibandingkan dengan sistem
pengendalian yang lain (Mujim, 2009).
Pengendalian
hayati merupakan komponen utama pengendalian secara terpadu yakni pada dasarnya
adalah pemanfaatan dan penggunaan musuh alami untuk mengendalikan populasi
patogen yang merugikan tanaman. Pengendalian hayati ini konsepnya tidak
membunuh patogen tanaman tetapi hanya menekan populasi hidupnya sehingga tidak
menuntaskan patogen tanaman. Pengendalian secara hayati merupakan pengendalian
yang ramah lingkungan karena tidak menimbulkan residu bagi lingkungannya.
Kegiatan
pada praktikum ini melakukan pengujian mikroorganisme agensia hayati atau biasa
disebut dengan jamut antagonis. Pengujian tersebut dilakukan secara in vitro yang artinya di dalam kaca
dengan kondisi yang terkontrol. Mikroorganisme (jamur antagonis) yang digunakan
yaitu Trichoderma spp.
1.2
Tujuan
Praktikum
Tujuan
dilakukanya praktikum ini adalah mengetahui teknik pengujian kemampuan agensia
hayati untuk menghambat pertumbuhan petogen tanaman secara in vitro sebelum
aplikasi lapangan.
II. METODOLOGI PRAKTIKUM
2.1
Waktu
dan Tempat
Praktikum ini dilaksanakan pada
tanggal 12 April 2017 di Laboratorium Penyakit Tanaman Fakultas Pertanian Universitas
Lampung, pada pukul 13.00 sampai dengan 15:00 WIB.
2.2
Alat
dan Bahan
Adapun
alat yang digunakan dalam praktikum kali ini yaitu cawan petri, jarum ent, bor
gabus, bunsen, LAF (Laminar Air Flow),
tisu, spidol permanen, penggaris, plastik warp dan label.
Sedangkan
bahan yang digunakan adalah biakan murni jamur Curvularia sp., biakan murni Trichoderma spp., media PSA (Potato Sucrose Agar) dan alkohol 70%.
2.3
Prosedur
Kerja
Adapun prosedur kerja dari pratikum
pengendalian hayati dengan Thichoderma adalah sebagai berikut:
1. Disiapkan
cawan petri steril yang berisi media PSA.
2. Diletakkan
potongan bor gabus biakan murni C.
capsici 3 cm dari pinggir petri dan ptongan bor gabus biakan murni Trichoderma spp. 3 cm dari pinggir petri
yang berlawanan dengan potongan bor gabus biakan C. capsici.
3. Diukur
jari-jari koloni jamur C. capsici yang
menuju dan menjauhi koloni jamur Trichoderma
spp. 3 hari sekali selama 15 hari.
Dihitung
persentase penghambatan jamur Trichoderma
spp..
III.
HASIL
PENGAMATAN DAN PEMABAHASAN
3.1
Tabel
Hasil Pengamatan
Hasil
pengamatan yang didapatkan dari praktikum ditunjukkan dalam tabel berikut :
Pengamatan
hari ke-
|
Diameter
(cm)
|
Presentase
penghambatan (%)
|
|||||
r1
|
r2
|
||||||
u1
|
u2
|
u1
|
u2
|
u1
|
u2
|
rerata
|
|
2
|
0,3
|
0,4
|
0,1
|
0,2
|
66,7%
|
50%
|
58,35%
|
3
|
0,5
|
0,7
|
0,3
|
0,4
|
40%
|
42,9%
|
41,45%
|
6
|
1,8
|
2,1
|
1,1
|
1,5
|
38,9%
|
28,6%
|
33,75%
|
7
|
2,0
|
2,4
|
1,3
|
1,7
|
35%
|
29,2%
|
32,1%
|
8
|
2,2
|
2,6
|
1,5
|
1,9
|
31,8%
|
26,9%
|
29,35%
|
9
|
2,4
|
2,7
|
1,7
|
2,1
|
29,2%
|
22,2%
|
25,7%
|
13
|
2,7
|
3,0
|
2,1
|
2,5
|
22,2%
|
16,7%
|
19,45%
|
3.2 Pembahasan
Dalam
praktikum ini memakai patogen antagonis yaitu Trichoderma spp karena jamur antagonis ini mampu menghasilkan
antibiotik yang dapat menyebabkan terhambatnya pertumbuhan jamur patogen
disekitarnya. Selain itu Trichoderma spp juga
mudah dikembangbiakkan di media buatan. Trichoderma
spp adalah
cendawan
saprofit tanah yang secara alami dapat dimanfaatkan sebagai agen hayati. Trichoderma spp memiliki
kelebihan-kelebihan seperti mudah diisolasi, daya adaptasi luas, mudah
ditemukan di tanah areal pertanaman, dapat tumbuh dengan cepat, dan tidak
bersifat patogen bagi tanaman (Semangun, 2000).
Pada umumnya Trichoderma spp hidup di tanah yang
lembab, asam dan peka terhadap cahaya secara langsung. Kemampuan jamur ini
dalam menekan patogen lebih berhasil pada tanah masam daripada tanah alkalis.
Kelembaban yang dibutuhkan 80-90%. Mekanisme kerja jamur antagonis (Trichoderma spp) sebagai pengendalian
hayati adalah antagonis terhadap jamur lain. Penekanan patogen berlangsung
dengan proses antibiosis parasitisme, kompetisis O2 dan ruangan yang
dapat mematiakan patogen tersebut (Wigenasanta, 2004).
Interaksi awal
dari Trichoderma Sp. yaitu dengan cara hifanya membelok ke arah jamur
inang yang diserangnya, Ini menunjukkan adanya fenomena respon kemotropik pada Trichoderma
Sp. karena adanya rangsangan dari hyfa inang ataupun senyawa kimia yang
dikeluarkan oleh jamur inang. Ketika mikoparasit itu mencapai inangnya, hifanya
kemudian membelit atau menghimpit hifa inang tersebut dengan membentuk struktur
seperti kait (hook-like structure), mikoparasit ini juka terkadang mempenetrasi
miselium inang dengan mendegradasi sebagian dinding sel inang. Trichoderma
mampu menghasilkan metabolit gliotoksin dan viridin sebagai antibiotik dan
beberapa spesies juga diketahui dapat mengeluarkan enzim b 1,3-glukanase dan
kitinase yang menyebabkan eksolisis pada hifa inangnya, namun proses yang
terpenting yaitu kemampuan mikoparasit dan persaingannya yang kuat dengan
patogen (Sinaga, 2006).
Curvularia
adalah genus jamur terutama asli daerah tropis dansubtropis, meskipun
beberapa spesies hidup di zona beriklim sedang. Jamur ini berperan sebagai patogen tanaman,karena mereka dapat
menyebabkan kerusakan parah pada berbagai tanaman. Konidiofor soliter atau dalam kelompok, sederhana atau jarang
bercabang, langsung ke flexuous,
kadang-kadang geneculate atau multiseptate cakelat muda sampai cokelat,
variabel panjang, sampai dengan 5 mikro meter. Curvularia sp. mempunyai konidium bersekat 3 dengan ukuran 22-23 x
10-18 mikro meter (Agrios, 1996).
Data
yang diperoleh dari hasil pengamatan pengendalian hayati dengan Trichoderma spp ialah hasil jari-jari koloni C.
capsisi yang menjauhi dan mendekati koloni jamur Trichoderma spp secara berturut-turut dengan dua perlakuan yaitu
ulangan 1 (u1) dan ulangan 2(u2). Data yang didapatkan dari hasil persentase
penghambatan jamur Trichoderma spp
terhadap jamur Colletotrichum capsici secara
berturut-turut pada ulangan 1 antara lain 66,7%; 40%; 38,9%; 35%; 31,8%; 29,2%;
dan 22,25, sedangkan pada ulangan 2 antara lain 50%; 42,9%; 28,6%; 29,25;
26,9%; 22,2%; dan 16,7%. Dari hasil persentase penghambat yang didapat, maka
diperoleh rerata persentase penghambat ulangan 1 dan ulangan 2 berdasarkan dari
pengamatan hari ke-dua sampai hari ke-13 ialah 58,35%; 41,45%; 33,75%; 32,1%;
29,35%; 25,7%; dan 19,45%. Dari hasil yang diperoleh dapat dikatakan bahwa
jamur Trichoderma spp menghambat
pertumbuhan Colletotrichum capsici. Karena
sifatnya yang dapat menekan patogen berlangsung dengan proses antibiosis
parasitisme, kompetisis O2 dan ruangan yang dapat mematiakan patogen
tersebut.
Jasad
renik yang dalam melangsungkan kehidupannya menghambat, mempengaruhi dan atau
membunuh makhluk lain selain dari Trichoderma
spp. Corynebacterium sp, Bacillus thuringiensis (Bt), Beauveria bassiana, Pseudomonas fluorescens,
Metarhizium anisopliea, dan
Verticillium lecanii.
Dari
setiap agensi hayati tersebut memiliki cara menghambat atau membunuh hama yang
merugikan bagi tanaman (Sinaga, 2006).
IV.
KESIMPULAN
Kesimpulan
dari dilakukannya praktikum ini adalah sebagai berikut:
1.
Jamur Trichoderma spp. mampu
menghambat pertumbuhan jamur patogen.
2. Persentase penghambatan Trichoderma
spp. dalam menekan Curvularia sp. reratanya
menurun dari 58,35% menjadi 19,45%.
DAFTAR PUSTAKA
Agrios,G.N.1996. Ilmu Penyakit Tumbuhan. Gajah Mada
University Press.
Yogyakarta.
Mujim, Subli. 2009. Dasar-Dasar Ilmu Penyakit Tumbuhan.
Universitas Lampung. Bandar Lampung.
Pracaya.1993. Hama dan Penyakit Tanaman. Penebas Swadaya. Jakarta.
Semangun,
Haryono. 1994. Penyakit-Penyakit Tanaman Hortikultura di Indonesia.Universitas Gajah Mada. Yogyakarta.
Semangun,
Haryono. 2000. Penyakit-Penyakit Tanaman Hortikultura di Indonesia.Universitas Gajah Mada. Yogyakarta.
Sinaga, Meity Suradji. 2006. Ilmu Penyakit Tumbuhan. Penebar Swadaya.
Jakarta.
Wigenasanta. 2004. Hama dan Penyakit Tanaman. Kanisius.
Palembang.
LAMPIRAN
PERHITUNGAN
Pengamatan
ke-2
· Ulangan 1
Diketahui r1 = 0,3 cm dan
r2 = 0,1 cm
% daerah penghambatan = 

=

=


= 66,7 %
· Ulangan 2
Diketahui
r1 = 0,4 cm dan r2 = 0,2 cm
%
daerah penghambatan = 

=

=


= 50 %
Pengamatan
ke-3
· Ulangan 1
Diketahui r1 = 0,5 cm dan
r2 = 0,3 cm
% daerah penghambatan = 

=

=


= 40 %
· Ulangan 2
Diketahui
r1 = 0,7 cm dan r2 = 0,4 cm
%
daerah penghambatan = 

=

=


= 42,9 %
Pengamatan
ke-6
· Ulangan 1
Diketahui r1 = 1,8 cm dan
r2 = 1,1 cm
% daerah penghambatan = 

=

=


= 38,9 %
· Ulangan 2
Diketahui
r1 = 2,1 cm dan r2 = 1,5 cm
%
daerah penghambatan = 

=

=


= 28,6 %
Pengamatan
ke-7
· Ulangan 1
Diketahui r1 = 2,0 cm dan
r2 = 1,3 cm
% daerah penghambatan = 

=

=


= 35 %
· Ulangan 2
Diketahui
r1 = 2,4 cm dan r2 = 1,7 cm
%
daerah penghambatan = 

=

=


= 29,2 %
Pengamatan
ke-8
· Ulangan 1
Diketahui r1 = 2,2 cm dan
r2 = 1,5 cm
% daerah penghambatan = 

=

=


= 31,8 %
· Ulangan 2
Diketahui
r1 = 2,6 cm dan r2 = 1,9 cm
%
daerah penghambatan = 

=

=


= 26,9 %
Pengamatan
ke-9
· Ulangan 1
Diketahui r1 = 2,4 cm dan
r2 = 1,7 cm
% daerah penghambatan = 

=

=


= 29,2 %
· Ulangan 2
Diketahui
r1 = 2,7 cm dan r2 = 2,1 cm
%
daerah penghambatan = 

=

=


= 22,2 %
Pengamatan
ke-13
· Ulangan 1
Diketahui r1 = 2,7 cm dan
r2 = 2,1 cm
% daerah penghambatan = 

=

=


= 22,2 %
· Ulangan 2
Diketahui
r1 = 3,0 cm dan r2 = 2,5 cm
%
daerah penghambatan = 

=

=


= 16,7 %
Comments
Post a Comment