PENGENALAN MUSUH ALAMI DAN MORFOLOGISNYA
(Laporan
Praktikum Bioekologi Hama Tumbuhan)
Oleh
Muhammad Asifa
Ussudur
1514121169
Kelompok 10

JURUSAN
AGROTEKNOLOGI
FAKULTAS
PERTANIAN
UNIVERSITAS
LAMPUNG
2016
I.
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Di era sekarang banyak petani dalam melakukan pengendalian
hama menggunakan pestisida dari bahan kimia yang bertujuan agar hama bisa
secara cepat musnah,namun hal ini menimbulkan pencemaran lingkungan yang tanpa
disadari oleh petani,yaitu mengakibatkan residu yang dapat membahayakan
lingkungan dan juga manusia itu sendiri, Catatan WHO (Organisasi Kesehatan
Dunia) mencatat bahwa di seluruh dunia setiap tahunnya terjadi keracunan
pestisida antara 44.000 - 2.000.000 orang dan dari angka tersebut yang terbanyak
terjadi di negara berkembang. Dampak negatif dari penggunaan pestisida diantaranya
adalah meningkatnya daya tahan hama terhadap pestisida, membengkaknya biaya perawatan
akibat tingginya harga pestisida dan penggunaan yang salah dapat mengakibatkan
racun bagi lingkungan,
manusia serta ternak.
Pada dasarnya pengendalian hama merupakan setiap usaha
atau tindakan manusia baik secara langsung maupun tidak langsung untuk mengusir,
menghindari dan membunuh spesies hama agar populasinya tidak mencapai aras yang
secara ekonomi merugikan. Pengendalian hama tidak dimaksudkan untuk meenghilangkan
spesies hama sampai tuntas, melainkan hanya menekan populasinya sampai pada aras
tertentu ynag secara ekonomi tidak merugikan. Oleh karena itu, taktik
pengendalian apapun yang diterapkan dalam pengendalian hama haruslah tetap
dapat dipertanggungjawabkan secara ekonomi dan secara ekologi. Pengendalian
hayati sebagai komponen utama Pengendalian Hama Terpadu pada dasarnya adalah pemanfaatan
dan penggunaan musuh alami untuk mengendalikan populasi hama yang merugikan.
Pengendalian hayati sangat dilatarbelakangi oleh berbagai pengetahuan dasar ekologi
terutama teori tentang pengaturan populasi oleh pengendali alami dan
keseimbangan ekosistem. Musuh alami yang terdiri atas parasitoid, predator dan
patogen merupakan pengendali alami utama hama yang bekerja secara “terkait kepadatan
populasi” sehingga tidak dapat dilepaskan dari kehidupan dan perkembangbiakan
hama. Adanya populasi hama yang meningkat sehingga mengakibatkan kerugian
ekonomi bagi petani disebabkan karena keadaan lingkungan yang kurang memberi
kesempatan bagi musuh alami untuk menjalankan fungsi alaminya. Pemahaman
Tentang PHT Sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, PHT tidak
lagi dipandang sebagai teknologi, tetapi telah menjadi suatu konsep dalam penyelesaian
masalah lapangan. Tujuan dari PHT teknologi adalah untuk membatasi penggunaan
insektisida sintetis dengan memperkenalkan konsep ambang ekonomi sebagai dasar
penetapan pengendalian hama.
Dengan demikian dalam kegiatan pengendalian hama,
pengenalan terhadap jenis-jenis hama (nama umum, siklus hidup, dan
karakteristik), inang yang diserang, gejala serangan, mekanisme penyerangan
termasuk tipe alat makan serta gejala kerusakan tanaman menjadi sangat penting
agar tidak melakukan kesalahan dalam mengambil langkah/tindakan pengendalian. Spesimen yang
akan dipahami dalam praktikum ini yaitu Elasmus, Trichogamma, Telenomus, Apanteles, dan Rachonotus.
1.2
Tujuan
Adapun tujuan dari
praktikum dari kali ini adalah sebagai berikut :
1.
Untuk mengetahui musuh alami dari hama,
2.
Mengetahui
cara mengendalikan hama dengan menggunakan musuh alami.
II. HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1 Hasil Pengamatan
Adapun hasil pengamatan
praktikum kali ini adalah sebagai berikut:
No
|
Gambar
|
Keterangan
|
1
|
![]() |
Telenomus sp.
parasit
telur
|
2
|
![]() |
Rachonotus sp.
Famili : Chalcidoidae
Parasit larva
|
3
|
![]() |
Elasmus sp.
Famili : Eulophidae
Parasit larva
|
4
|
![]() |
Apanteles sp.
Famili: Braconidae
Parasit telur atau larva instar awal
|
5
|
![]() |
Trichogamma sp.
Famili : Trichogrammatidae
Parasit telur
|
3.2
Pembahasan
Organisme yang ditemukan
di alam yang dapat membunuh serangga sekaligus, melemahkan serangga, sehingga
dapat mengakibatkan kematian pada serangga, dan mengurangi fase reproduktif
dari serangga adalah musuh alami. Untuk beberapa
spesies, musuh alami merupakan kekuatan utama yang mengatur dinamika populasi serangga, sehingga penting bagi kita untuk mengetahui bagaimana
musuh alami dapat mempengaruhi populasi serangga untuk mengestimasi
pengaruhnya. Untuk menjelaskan kepadatan populasi serangga dan memprediksi
terjadinya outbreaks. Dalam pest management program, kita perlu memahami musuh
alami untuk memanipulasinya di lapangan sebagai pengendali hama. Pengendalian
hayati (biological control) adalah taktik pengendalian hama yang melibatkan
manipulasi musuh alami hama yang menguntungkan untuk memperoleh pengurangan
jumlah populasi dan status hama di lapangan.
1.
Rachonotus sp.
Rachonotus. secara
eksklusif merupakan parasitoid pada telur serangga lain). Inang dari Telenomus
spp. kebanyakan adalah Lepidoptera dan Hemiptera, tetapi ada pula yang
diketahui muncul dari telur Diptera dan Neuroptera. Banyak spesies dari Rachonotus sangat potensial secara ekonomi karena perannya dalam menekan populasi
hama secara alami. Selain itu beberapa spesies Rachonotus dilaporkan bersifat fores atau membonceng pada tubuh inang sehingga
memungkinkan keberhasilannya yang tinggi dalam memparasiti telur inangnya yang
baru diletakkan.
2.
Telenomus sp.
Morfologi Telenomus yaitu daur hidupnya merupakan parasit telur penggerek.
Parasitoid meletakkan telur hanya pada 1 telur inang dan berkembang hingga
dewasa pada telur tersebut. Sebutir telur inang cukup untuk menghidupi larva
parasitoid hingga dewasa. Siklus dari telur hingga dewasa barlangsung selama 14
hari. Parasitoid dewasa berumur 2-4 hari. Betina dapat bertelur 20-40 butir
selama hidupnya (Sudarmo, 1995).
3.
Apanteles sp.
Apanteles sp.
memiliki antena lebih panjang dari tubuh, tubuh berwarna hitam dan berwarna
kuning pada bagian abdomen dan kakinya, sedangkan pada sayap terdapat RV
(Reccurent vein). Apanteles dewasa berukuran sangat kecil, panjangnya sekitar
2-3 mm. Ciri-ciri serangga ini adalah:
a.
Serangga dewasa memiliki tubuh berwarna hitam dengan
beberapa warna kuning pada bagian abdomen dan kakinya,
b.
Memilki panjang tubuh sekitar 2,0 s.d 2,5 mm,
c.
Serangga betina memiliki tubuh lebih pendek dan
ovipositor yang berguna untuk menginjeksi telur ke tubuh ulat hama,
d. Telur
berbentuk elongate dan transparan, berukuran panjang 0,3 mm,
e. Telur
akan menetas setelah 3 hari setelah oviposisi (IPM, 2009).
Apanteles betina meletakkan telur ke
dalam tubuh inang (pada stadium telur atau larva instar awal) dengan
ovipositornya, biasanya dalam satu inang akan diletakkan telur sebanyak 16-65
butir. Telur-telur tersebut akan menetas dalam 2-3 hari, dan larva yang muncul
akan segera memakan tubuh inangnya dari dalam (endoparasitoid). Menjelang
berpupa, larva akan keluar dari tubuh inang dan berpupa di luar tubuh inang.
Pupa Apanteles berwarna putih. Dewasa yang muncul hanya hidup beberapa hari
saja. Apanteles yang ditemukan pada saat penelitian menyerang ulat dari anggota
Famili Lymantriidae. Apanteles sp. merupakan musuh alami yang berupa parasitoid
larva. Parasitoid ini
mempunyai kisaran inang yang luas, antara lain Plusia chalcites, Crocidolomia
binatalis, Attacuc atlas, dan Spodoptera litura.
4.
Elasmus sp.
Imago betina lebih besar disbanding imago jantan.
Ukuran tubuh betina kurang lebih 1 – 1,5 mm. abdomen betina memanjang dengan
bagian ujung meruncing. Ujung yang meruncing sangat membantu pada waktu
peletakan telur karena ovipositor parasitoid tidak terlalu panjang. Ovipositor
hanya dijulurkan ketika peletakan telur dan segera ditarik kembali kedalam
abdomen. Panjang ovipositor parasitoid kurang lebih 0,3 mm. Sedangkan imago
jantan biasanya lebih kecil disbanding imago betina. Pajang tubuh imago jantan
kurang lebih 1 mm. imago jantan mudah dibedakan dari imago betina dari bentuk
anthena nya. Anthena imago jantan berbentuk moniliform sedangkan anthena betina
berbentuk clavate. Abdomen jantan terlihat mebulat dengan bagian ujung terlihat
menekuk ke arah ventral. Bentukan ini sangat membantu pada waktu terjadi
kopulasi.
Siklus hidup parasitoid dimulai dari telur yang
dimasukan oleh parasitoid betina ke dalam telur inang dengan bantuan
ovipositor. Telur menetas menjadi larva kurang lebih 1 hari. Larva parasitoid
berwarna kuning, tidak berkaki, berbentuk eruciform dan bersegmen sejumlah 13
buah. Ukuran larva dapat mencapai kurang lebih 1 mm. dalam satu telur penggerek
pucuk terdapat 1 -3 ekor parasitoid, rata – rata 2 ekor parasitoid. Daur hidup
larva adalah 3 – 4 hari. Parasitoid stadia prepupa dan pupa tetap berada dalam
telur inang dan terbungkus kokon yang tipis. Pada stadia prepupa parasitoid
mulai tampak langsing dengan penggentingan di daerah thorax (Endah,
2005).
5.
Trichogamma sp.
Parasitoid telur Trichogramma japonicum memiliki
panjang tubuh 0,75 mm dengan tubuh berwarna hitam dan mata merah yang khas.
Tarsus dengan tiga ruas. Sayap depan sangat lebar dengan rambut-rambut yang
membentuk garis, vena marginal dan stignal membentuk kurva tunggal. Sayap
belakang sempit dan berambut apabila dipelihara pada suhu 30o C dan kelembapan
80% tubuh berwarna cokelat kehitaman, rambut-rambut pada sayap depan panjang,
ovipositor keluar di ujung abdomen. Imago jantan mempunyai antenna berbentuk clavus
dengan 30-40 rambut, tiap rambut panjangnya 3 kali lebar antenna. Ovipositor pada betina hampir satu setengah
kali lebih panjang daripada tibia belakang yang memungkinkan betina untuk
meletakkan telur ke dalam telur yang tertutup bulu. Ukuran telur sekitar
0,31mm. rasio jenis kelamin dewasa jantan dan betina adalah 1:2,3. Parasitoid
ini merupakan parasitoid yang hidup berkelompok. Larva Trichogramma terdiri
dari tiga instar. Setelah mencapai instar 3 (3-4 hari setelah telur
terparasit), telur penggerek batang berubah warnanya menjadi gelap atau hitam.
Larva kemudian berkembang menjadi pupa. Setelah 4-5 hari, pupa berubah menjadi
imago, dan keluar dari telur inang dengan membuat lubang bulat pada kulit
telur. Daur hidup sejak telur diletakkan hingga imago muncul sekitar 8 hari
(Canama, 2002).
Peranannya adalah sebagai musuh alami hama dengan cara
pemarasitan, parasitoid Trichogramma japonicum betina akan menguji telur dengan
memukulnya menggunakan antenna, menggerek masuk ke dalam telur inang dengan
ovipositornya dan meletakkan satu atau lebih telur tergantung ukuran telur
inang.
III. KESIMPULAN
Adapun
kesimpulan dari praktikum kali ini adalah sebagai berikut:
1.
Lebih dari 80%
total hewan di muka bumi ini adalah serangga.
2. Pengendalian secara hayati dapat
dilakukan dengan menggunakan musuh alami.
3. Telenomus,
Rachonotus, Elasmus, Apanteles, Trichogamma merupakan parasitoid yang berperan sebagai musuh
alami hama.
4. Apanteles
sp. merupakan musuh alami yang berupa parasitoid larva.
DAFTAR
PUSTAKA
Canama, S. 2002. Rayap dan
Peranannya.Dalam: Serangga Taman
Nasional Gunung Halimun Jawa Bagian Barat. Biodiversity Conservation
Project. LIPI.51-62.
Endah, J Nopisan. 2005. Mengendalikan
Hama dan Penyakit Tanaman. Agromedia Pustaka. Jakarta.
IPM. 2009.
Natural Enemy Information, Parasitoid. www.jnkvv.nic.In /IPM%20Project
/natural_ enemy1.html.
Diakses 7 November 2016. Pukul
19.35 WIB.
Sudarmo,
subiyakto. 1995. Pengendalian Hama dan
Gulma Pada Tanaman Perkebunan. Kanius. Yogyakarta.
LAMPIRAN
Comments
Post a Comment