HAMA-HAMA TANAMAN PANGAN, HORTIKULTURA, DAN PERKEBUNAN



HAMA-HAMA TANAMAN PANGAN, HORTIKULTURA, DAN PERKEBUNAN
(Laporan Praktikum Pengendalian Hama Tanaman)
                                                                                 


I.     PENDAHULUAN



1.1  Latar Belakang

Masalah utama yang dihadapi petani dalam budidaya tanaman adalah gangguan hama dan penyakit. Beberapa serangan hama sering kali menampilkan kerusakan  yang serupa tapi tak sama dengan terserang penyakit. Hama adalah organisme yang dianggap merugikan dan tak diinginkan dalam kegiatan sehari-hari manusia. Walaupun dapat digunakan untuk semua organisme, dalam praktik istilah ini paling sering dipakai hanya kepada hewan khusunya serangga. Dalam pertanian, hama adalah organisme pengganggu tanaman yang menimbulkan kerusakan secara fisik, dan ke dalamnya termasuk semua hewan yang menyebabkan kerugian dalam pertanian.

Dalam kegiatan pengendalian hama, pengenalan terhadap jenis-jenis hama (nama umum, siklus hidup, dan karakteristik), inang yang diserang, gejala serangan, mekanisme penyerangan termasuk tipe alat makan serta gejala kerusakan tanaman menjadi sangat penting agar tidak melakukan kesalahan dalam mengambil langkah/tindakan pengendalian. Serangan hama pada suatu tanaman akan menimbulkan gejala yang khas, hal ini terkait dengan alat mulut serta perilaku yang dimiliki oleh masing-masing serangga yang juga memiliki ciri khas tersendiri.

Serangga mempunyai berbagai macam bentuk, ciri, daur hidup serta peran yang berbeda-beda. Oleh karena itu, pada laporan ini akan menjelaskan hewan (serangga) yang termasuk hama bagi tanaman pangan, perkebunan dan hortikultura.




II.      TINJAUAN PUSTAKA



Hama merupakan suatu organisme yang mengganggu tanaman yang dapat  menimbulkan kerugian secara ekonomi. Hama juga menyebabkan produksi suatu komoditas dari tanaman pangan, hortikltura maupun perkebunan berkurang dan dapat juga menimbulkan kematian pada tanaman. Hama dari jenis serangga merupakan salah satu kendala yang dihadapi oleh setiap petani yang selalu mengganggu pertumbuhan dan perkembangan tanaman budidaya dan hasil produksi pertanian. Hama tersebut merusak bagian suatu tanaman, sehingga tanaman akan rusak, layu bahkan mati (Harianto, 2009).

Pengendalian hama terpadu (PHT) adalah sebuah pendekatan dalam pengendalian hama dan penyakit tanaman dengan mempertimbangkan semua aspek manajemen budidaya untuk mempertahankan serangan hama dan penyakit dibawah ambang   batas kerugian ekonomis.  Aspek pengelolaan termasuk budidaya, lingkungan fisik, biologi, perilaku pengelola dan bahan kimia. Dengan PHT, efek samping dari pestisida diminimalkan dan keuntungan ekonomi dipertahankan. Program PHT menggunakan informasi yang ekstensif, yang dikumpulkan dalam sistem penanaman (Surachman, 2007).

Taktik kultur teknis (cultural controlatau ecological management) adalah taktik memanipulasi lingkungan untuk membuat ketidak cocokan hama pada suatu lingkungandengan cara mengganggu siklus reproduktif, mengeliminasi makanan, dan membuat lingkungan lebih cocok untuk perkembangan musuh alami. Walaupun sudah tergolong tua, metode kultur teknis masih efektif menekan tingkat serangan hama dan diterima luas dalam implementasi teknologi PHT.


Tujuan akhir dari taktik kultur teknis adalah menemukan link yang lemah dari siklus musiman hama sehingga hama tidak berkembang (Effendi, 2009).

Tipe alat mulut ini diwakili oleh tipe alat mulut lebah madu Apis cerana (Hymenoptera, Apidae) merupakan tipe kombinasi yang struktur labrum dan mandibelnya serupa dengan tipe alat mulut menggigit mengunyah, tapi maksila dan labiumnya memanjang dan menyatu. Glosa merupakan bagian dari labium yang berbentuk memanjang sedangkan ujungnya menyerupai lidah yang berbulu disebut flabelum yang dapat bergerak menyusup dan menarik untuk mencapai cairan nektar yang ada di dalam bunga. Hama ini meraut jaringan hingga keluar cairan , cairan ini kemudian dihisap paruh konikal. Jaringan yang terserang cenderung berwarna putih atau belang yang kemudian tampak mengerut (Gendroyono, 2006).


III.   METODOLOGI PERCOBAAN



3.1.  Alat dan Bahan

Adapun alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah alat tulis seperti alat tulis, kaca pembesar, pinset, cawan petri dan nampan.
Sedangkan bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah beberapa contoh dari beberapa hama tanaman pangan, hama tanaman perkebunan, dan hama tanaman hortikultura.


3.2  Prosedur Kerja

Adapun langkah – langkah kerja pada praktikum kali ini adalah sebagai berikut
1.    Diberikan penjelasan singkat tentang pengenalan hama pangan, perkebunan dan hortikultura oleh asisten.
2.    Dicatat ordo, famili dan gejala dari hama yang dijelaskan.
3.    Diamati, dan difoto oleh praktikan beberapa spesimen hama yang telah disediakan.









IV.       HASIL DAN PEMBAHASAN



4.1  Hasil Pengamatan

Dari hasil pengamatan diperoleh hasil sebagai berikut

No.
Gambar
Keterangan

1.
Walang Sangit





Klsifikasi
Kingdom : Animalia
Filum: Arthropoda
Kelas: Insecta
Ordo: Hemiptera
famili: Alydidae
Genus: Leptocorisa
Spesies: Leptocorisa acuta L.


2.
Keong Mas



Klasifikasi
Phylum: Mollusca
Kelas: Gastropoda
Sub kelas: Prosobranchia
Ordo: Mesogastropoda
Family: Ampullaridae
Genus: Pomacea
Spesies: Pomacea canaliculata


3.
Belalang Kayu




Klasifikasi
Kingdom: Animalia 
Phylum: Arthropoda
Class: Insecta
Order: Orthoptera 
Family: Acridoidea 
Genus: Valanga
Specific name: nigricornis - 
Scientific name: Valanga nigricornis.

4.
Penghisab Polong Kedelai





Klasifikasi

Kingdom         : Animalia
Filum   : Arthropoda
Kelas   : Insecta
Ordo    : Hemiptera
Famili  : Alydidae
Genus  : Riptortus
Spesies : Riptortus linearis

5.
Thrips sp



Klasifikasi

Kingdom : Animalia
Filum : Arthropoda
Kelas : Insecta
Ordo : Thysanoptera
Famili : Thripidae

6.
Penggulung Daun Pisang




Klasifikasi

Kingdom         : Animalia
Filum               : Arthropoda
Kelas               : Insecta
Ordo                : Lepidoptera
family              : Hespiredae
Genus              : Erionata
Spesies            : Erionata thrax

7
Penghisab Buah Kakao (Helopeltis sp.)

Klasifikasi

Kingdom         : Animalia
Phillum            : Arthropoda
Kelas                : Insekta
Ordo                : Hemiptera
Famili               : Miridae
Genus               : Helopeltis
Spesies             : Helopeltis sp

8.
Penggerek buah kopi (Hypothenemus hampei


Klasifikasi

Kingdom : Animalia
Phylum : Arthropoda
Class : Insecta
Ordo : Coleoptera
Familia : Curculionidae
Genus : Hypothenemus
Species : Hypothenemus hampaei
9.
Kumbang badak (Oryctes rhinoceros)

Klasifikasi

Kingdom : Animalia
Phylum : Arthropoda
Class : Insecta
Ordo : Coleoptera
Familia : Scarabaeidae
Genus : Oryctes
Species : Oryctes rhinoceros L
10.
Penggerek batang tebu (Chillo sacchariphagus)

Klasifikasi

Kingdom : Animalia
Phylum : Arthropoda
Class : Insecta
Ordo : Lepidopters
Familia : Pyralidae
Genus : Chilo
Species : C. sacchariphagus





4.2  Pembahasan

Hama yang menyerang tanaman pangan, hortikultura dan perkebunan antara lain

4.2.1        Walang Sangit (Leptocorisa acuta)

Tipe alat mulutnya menusuk dan menghisap dengan kemampuan mandibular berkembang dengan baik dalam bentuk parus yang biasanya beruas, dan ramping yang timbul di bagian depan kepala dan umumnya menjulur ke belakang sepanjang sisi ventral tubuh, kadang-kadang tepat di belakang dasar-dasar tungkai belakang.

Walang sangit mengalami metamorfosis sederhana yang perkembangannya dimulai dari stadia telur, nimfa dan imago. Walang sangit bertelur pada permukaan daun bagian atas padi dan rumput-rumputan lainnya secara kelompok dalam satu sampai dua baris. Telur berbentuk seperti cakram (bulat pipih) berwarna merah coklat gelap dan diletakkan secara berkelompok. Kelompok telur biasanya terdiri dari 10 - 20 butir. Telur akan menetas 5 – 8 hari setelah diletakkan sampai nimfa pertama muncul. Nimfa berukuran lebih kecil dari dewasa dan tidak bersayap. Stadium nimfa 17 – 27 hari yang terdiri dari 5 instar (Syamsudin. 2007)

Walang sangit mulai menyerang pada fase nimfa. Setelah menetas akan bergerak ke malai mencari bulir padi yang masih stadia masak susu, bulir yang sudah keras tidak disukai. Nimpa ini aktif bergerak untuk mencari bulir baru yang cocok sebagai makanannya.

Cara pengendalian walang sangit antara lain
1.  Pengendalian Dengan Sanitasi Lingkungan
Dilakukan pembersihan rerumputan disekitar tanaman padi sebelum musim tanam sampai selesai panen sehingga tidak ada tanaman inang alternatif berupa rerumputan yang dapat digunakan untuk bertahan hidup sebelum menyerang tanaman padi.

2.  Pengendalian Secara Kultur Teknik
Pengendalian ini dilaksanakan dengan mengatur pola tanam padi. Untuk mengendalikan keberadaan walang sangit di lapangan, hendaknya dilakukan penanaman padi secara serentak pada hamparan yang luas.

3.      Pengendalian Secara Biologi
Pengendalian hayati dengan cara melepaskan predator alami berupa laba – laba dan menanam jamur yang dapat menginfeksi walang sangit. Dapat juga dengan Beauviria sp dan Metharizum sp, yang menyerang walang sangit pada stadia nimfa dan dewasa.


4.2.2   Keong Mas (Pamacea canalicula)

Saat musim kemarau, mereka mengubur diri di dalam tanah yang lembab. Keong mas mampu berdiapause (fase dimana organisme berhenti berkembang dan terjadi pada siklus tahunan) selama 6 bulan, kemudian aktif kembali saat tanah mulai dialiri air. Mereka bahkan bisa hidup di lingkungan ganas, seperti air yang terkena polusi dan kurang kadar oksigen. Siklus hidup keong emas terbilang cukup pendek.Telur-telur keong emas dapat menetas hanya dalam waktu 7-14 hari.Keong emas juga mampu bereproduksi dengan sangat gesit.Seekor keong dapat menghasilkan 1000-1200 telur dalam satu bulan

Cara pengendaliannya bisa dengan menggunakan musuh alami, secara fisik denga cara pemungutan, penggunaan umpan, penggunaan tanaman beracun, dan dengan menggunakan bahan kimia sebagai alternatuf terakhir.


4.2.3        Belalang Kayu (Valanga nigricornis)

Tipe metamorfosis belalang yaitu Paurometabola (metamorfosis tidak sempurna). Metamorfosis tidak sempurna adalah metamorfosis yang hanya memiliki 3 tahap, yaitu telur, nimfa, dan imago (dewasa). Dimana tampilan fisik antara nimfa dan imago tidak jauh berbeda.

Serangan hama belalang dapat di kendalika dengan cara mekanisme, kultur teknis, dan kimia. Dimana cara pengendalian secara mekanisme dengan menangkap belalang yang sudah dewasa maupun telurnya yang ada di bawah tanah menggunakan tangan ataupun alat yang sederhana. Secara kultur teknis dengan melakukan pembersihan, pengaturan jarak tanam dan menanam tanaman bunga yang akan mengundang kumbang sebagai musuh alami belalang. Secara kimia dengan menggunakan insektisida dan cara dengan kimia ini merupakan cara yang paling beresiko.


4.2.4  Penghisap Polong Kedelai (Riptortus linearis)

Siklus hidup R. linearis meliputi stadium telur, nimfa yang terdiri atas lima instar, dan stadium imago. Imago berbadan panjang dan berwarna kuning kecokelatan dengan garis putih kekuningan di sepanjang sisi badannya (Tengkano dan Dunuyaali 1976 dalam Prayogo dan Suharsono, 2005). Imago datang pertama kali di pertanaman kedelai saat tanaman mulai berbunga dengan meletakkan telur satu per satu pada permukaan atas dan bawah daun. Seekor imago betina mampu bertelur hingga 70 butir selama 4– 47 hari. Imago jantan dan betina dapat dibedakan dari bentuk perutnya, yaitu imago jantan ramping dengan panjang 11– 13 mm dan betina agak gemuk dengan panjang 13–14 mm. Telur R. linearis berbentuk bulat dengan bagian tengah agak cekung, ratarata berdiameter 1,20 mm. Telur berwarna biru keabuan kemudian berubah menjadi cokelat suram. Setelah 6–7 hari, telur menetas dan membentuk nimfa instar I selama 3 hari. Pada stadium nimfa, R. linearis berganti kulit (moulting) lima kali.

Setiap berganti kulit terlihat perbedaan bentuk, warna, ukuran, dan umur. Rata-rata panjang tubuh nimfa instar I adalah 2,60 mm, instar II 4,20 mm, instar III 6 mm, instar IV 7 mm, dan instar V 9,90 mm (Tengkano dan Dunuyaali 1976 dalam Prayogo dan Suharsono, 2005). Nimfa maupun imago mampu menyebabkan kerusakan pada polong kedelai dengan cara mengisap cairan biji di dalam polong dengan menusukkan stiletnya. Tingkat kerusakan akibat R. linearis bervariasi, bergantung pada tahap perkembangan polong dan biji. Tingkat kerusakan biji dipengaruhi pula oleh letak dan jumlah tusukan pada biji (Todd dan Turnipseed 1974 dalam Prayogo dan Suharsono, 2005).

Gejala Serangan Riptortus linearis
Kepik menyerang dengan  cara menghisap polong sehingga menjadi kosong atau kempis (biji tidak terbentuk) dan polong muda akan gugur. Sedangkan polong tua yg diserang kepik ini menyebabkan biji keriput dan berbintik-bintik kecil berwarna hitam, selanjutnya biji tersebut akan membusuk (Puput, 2007).

Pengendalian
Tanam serempak dengan selisih waktu kurang dari 10 hari; (2) Pergiliran atau rotasi tanaman yang baik adalah bila jenis tanaman pada suatu musim berbeda dengan jenis tanaman yang ditanam pada suatu musim berikutnya dan jenis tanaman tersebut bukan merupakan inang hama tanaman yang ditanam pada musim sebelumnya. Dengan pemutusan ketersediaan inang pada musim kedua, populasi hama yang sudah meningkat pada musim pertama dapat ditekan; (3) Cendawan entomopatogen Lecanicillium lecanii mampu menginfeksi telur, nimfa dan kepik coklat Riptortus linearis dengan tingkat mortalitas yang sangat tinggi dan dapat  mencapai 50%; (4) Tanaman perangkap Sesbania rostrata di pematang dapat mengurangi serangan hama pengisap polong kedelai. Hasil penelitian menunjukkan bahwa jika populasi hama pengisap polong cukup tinggi, keberadaan Sesbania dapat menekan populasi hama pengisap polong pada tanaman kedelai hingga 35%; (5) Semprot dengan insektisida bila populasi mencapai ambang kendali (klorfluazuron, betasiflutrin, sipermetrin, alfametrin, carbosulfan, sihalotrin, sipermetrin) (Pracaya,1993).


4.2.5  Thrips sp.

Thrips dapat berkembang biak secara generatif (kawin) maupun vegetatif melaluproses  Phartenogenesis,  misalnya  thrips  yang  mengalami phartenogenesis adalah Thrips tabaci yang menyerang tembakau. Perkembangbiakan secara phartenogenesis akan menghasilkan serangga-seranggjantan. Menurut  Kalshoven (1981) bahwa imago betina Thrips dapat meletakkan telur sekitar 15 butir secara berkelompok kedalam jaringan epidhermal daun tanaman dengan masa inkubasi telur sekitar 7 hari. Telur  dari hama  ini berbentuk  oval atabahkamiriseperti ginjal pada manusia, imago betina akan memasukkka n telurnya ke dalam jaringan epidhermal daun dengan bantuan ovipositornya yang tajam.

Ukuran telurnya sangat kecil maka sering tak terlihat dengan mata telanjang.
Telur ini diletakkannya dalam jumlah yang besar,dengan rata-rata 80 butir tiap induk. letak telur akan mudah diketahui dengan memperhatikan bekas tusukan pada bagian tanaman tersebut dan biasanya disekitar jaringan tersebut terdapat pembengkakan. Telur-telur  ini akan menetas sekitar 3 atau 7 hari setelah pelatakan oleh imago betina( Direktorat Perlindungan Tanaman, 1992).

Gejala yang ditimbulkan adalah daun mula-mula mennimbulkan noda putih mengkilat seperti perak, kemudian menjadi kecoklat-coklatan dengan bintik hitam.  Biasanya serangan akan hebat apabila hujan rintik-rintik dan suhu di atas normal dengan kelembaban. Hama ini dapat dikendalikan dengan pengendalian biologi melalui pemanfaatan musuh alami trips yaitu predator kumbang macan Coccinellidae. Pengendalian kimia, dengan menggunakan insektisida yang diizinkan oleh Menteri Pertanian, kultur teknis, pengendalian fisik dengan cara pemasangan perangkap berwarna kuning berperekat sebanyak 80–100 per hektar.


4.2.6 Penggulung Daun Pisang (Erionata thrax)

Penggulung daun pisang memiliki metamorfose sempurna (Holometabola). Larva bertipe polipoda, Prosesnya Telur akan menetas antara 3 – 5 hari, larva akan berjalan ke pinggir daun tumbuhan inang dan memulai memakannya.Setelah menetas larva akan mencari makan sebagian larva mengkonsumsi cangkang telur yang kosong sebagai makanan pertamanya. Fase pupa kalau dilihat dari luar seperti periode istirahat. Pembentukan kupu-kupu di dalam pupa biasanya berlangsung selama 7 – 20 hari tergantung spesiesnya.

Cara pengendalianya adalah dengan pengendalian fisik karena dinilai lebih efektif dan ulat penggulung daun dapat mudah dikenali. Jika menggunakan bahan kimiawi tidak akan efektif karena ulat tersebut dilindungi daun yang menggulung dan serbuk berwarna putih seperti bedak di dalamnya.


4.2.7 Penghisap Buah Kakao (Helopeltis sp)

Serangga betina dewasa selama hidupnya dapat meletakkan telurnya hingga 200 butir. Perkembangan dari telur hingga menjadi dewasa memerlukan waktu 21 – 24 hari. Gejala serangan hama jika menyerang buah muda akan terjadi keretakan pada kulih buah dan pertumbuhan buah abnormal yang mengakibatkan biji tumbuh terhambat dan akhirnya memengaruhi hasil panen.Pada buah tua akan muncul bintik hitam (Rahmawati, 2012).

Cara pengendalian dari Penghisap Buah Kakao (Helopeithis sp) antara lain:
a. Pengendalian dengan musuh alami yaitu
  • parasitoid : Euphurus hclopeltianus
  • cacing parasit pada nimfa : Agianarata paradacamadata
  • patogen: Metharizium anisopliae, Beauveria bassiana
  • predator: Coccineiia sp, semut hitam (D. bittfbēreufatus), semut rangrang (Occophyih smaragdina), dan burung kapinis (Collocalia esculent a)
b. Pengendalian dengan Insektisida Nabati
·         Belerang + gadung + air, kemudian disaring dan disemprotkan ke tanaman
·         Daun Sambiloto ditumbuk + air dan saring dan disemprotkan ke tanaman

4.2.8 Penggerek buah kopi (Hypothenemus hampei)

Hama PBKo H. Hampei perkembangannya dengan metamorfosa sempurna dengan tahapan telur, larva, pupa dan imago atau serangga dewasa. Perkembangan dari telur menjadi imago berlangsung hanya di dalam biji keras yang sudah matang. Kumbang penggerek ini dapat mati secara prematur pada biji di dalam endosperma jika tidak tersedia substrat yang dibutuhkan. Kopi setelah pemetikan adalah tempat berkembang biak yang sangat baik untuk penggerek ini, dalam kopi tersebut dapat ditemukan sampai 75 ekor serangga perbiji. Kumbang ini diperkirakan dapat bertahan hidup selama kurang lebih satu tahun pada biji kopi dalam kontainer tertutup (Kalshoven, 1981).

H. hampei mengarahkan serangan pertamanya pada areal kebun kopi yang bernaungan, lebih lembab atau di perbatasan kebun. Jika tidak dikendalikan, serangan dapat menyebar ke seluruh kebun. Dalam buah tua dan kering yang tertinggal setelah panen, dapat ditemukan lebih dari 100 H. Hampei (DPP, 2004). Betina berkembang biak pada buah kopi hijau yang sudah matang sampai merah , biasanya membuat lubang dari ujung dan meletakkan telur pada buah. Kumbang betina terbang dari satu pohon ke pohon yang lain untuk meletakkan telur. Ketika telur menetas, larva akan memakan isi buah sehingga menyebabkan menurunnya
mutu kopi (USDA, 2002).

Serangan H. Hampei pada buah muda menyebabkan gugur buah. Serangan pada buah yang cukup tua menyebabkan biji kopi cacat berlubang-lubang dan bermutu rendah (PPKKI, 2006). H. Hampei diketahui makan dan berkembang biak hanya di dalam buah kopi saja. Kumbang betina masuk ke dalam buah kopi dengan membuat lubang dari ujung buah dan berkembang biak dalam buah (Irulandi et al., 2007).

Imago H.hampei telah merusak biji kopi sejak biji mulai membentuk endosperma. Serangga yang betina meletakkan telur pada buah kopi yang telah memiliki endosperma yang keras (Rubio et al.,2008). Betina membuat lubang kecil dari permukaan kulit luar kopi (mesokarp) buah untuk meletakkan telur jika buah sudah cukup matang (Baker et al., 1992).

Pada umumnya H. hampei menyerang buah dengan endosperma yang telah mengeras, namun buah yang belum mengeras dapat juga diserang. Buah kopi yang bijinya masih lunak umumnya hanya digerek untuk mendapatkan makanan dan selanjutnya ditinggalkan. Buah demikian tidak berkembang, warnanya berubah menjadi kuning kemerahan dan akhirnya gugur. Serangan pada buah yang bijinya telah mengeras akan berakibat penurunan mutu kopi karena biji berlubang. Biji kopi yang cacat sangat berpengaruh negatif terhadap susunan senyawa kimianya, terutama pada kafein dan gula pereduksi. Biji berlubang merupakan salah satu penyebab utama kerusakan mutu kimia, sedangkan citarasa kopi dipengaruhi oleh kombinasi komponen-komponen senyawa kimia yang terkandung dalam biji (Tobing et al., 2006). Serangga H. hampei masuk ke dalam buah kopi dengan cara membuat lubang di sekitar diskus. Serangan pada buah muda menyebabkan gugur buah, serangan pada buah yang cukup tua menyebabkan biji kopi cacat berlubang-lubang dan bermutu rendah (PPKKI, 2006).

Agens pengendalian hayati yang mempunyai prospek baik dalam mengendalikan hama PBKo adalahyang dikemas dalam bentuk pestisida hayati, pemangsa, dan parasitoid. Pestisida hayati merupakanpilihan utama untuk dikembangkan di Indonesia karena risiko yang rendah terhadap pencemaranlingkungan, mudah penggunaannya karena petani sudah terbiasa dengan berbagai alat pengendalian,khususnya alat semprot, dan harganya relatif lebih murah dibandingkan harga pestisida kimia (Mangoendihardjo dan Wagiman, 1989).


4.2.9  Kumbang Badak (Oryctes Rhinoceros)

Telur serangga ini berarna putih, bentuknya mula-mula oval, kemudian bulat dengan diameter kurang lebih 3 mm. Larva yang baru menetas berwarna putih dan setelah dewasa berwarna putih kekuningan, warna bagian ekornya agak gelap dengan panjang 7-10 cm. Ukuran pupa lebih kecil dari larvanya, kerdil, bertanduk dan berwarna merah kecoklatan dengan panjang 5-8 cm yang terbungkus kokon dari tanah yang berwarna kuning. Kumbang ini berwarna gelap sampai hitam, sebesar biji durian, cembung pada bagian punggung dan bersisi lurus, pada bagian kepala terdapat satu tanduk dan tedapat cekungan dangkal pada permukaan punggung ruas dibelakang kepala (Prawirosukarto, 2003).

Pengendalian dapat dilakukan dengan cara pembersihan atau pemusnahan semua tempat yang mungkin menjadi tempat perkembangbiakan, atau berkembangnya larva seperti yang telah dikemukakan dimuka mengenai hidupnya larva. Atau dapat juga dengan cara penggunaan Cendawan ini bersifat alami, aman bagi lingkungan (karena spesifik). Cara kerja cendawan adalah setelah larva hama Oryctes melalui makan kemasukan spora/konidium jamur Metarhicium, makan jamur akan mengifeksi larva hama.


4.2.10 Penggerek batang tebu (Chillo sacchariphagus)

Telur berwarna putih kelabu kemudian berubah menjadi hitam kelabu. Berbentuk oval sampai bulat, pada permukaan atasnya agak datar. Jumlah telur dalam setiap 1 cm panjang deretan kelompok sekitar 9-12 butir. Bentuk telur oval dan dapat menghasilkan telur sebanyak 282-376 butir per betina. Peletakan telur secara berkelompok di permukaan bawah daun atau di dalam gulungan daun kering, terutama pada pucuk tanaman yang mati puser. Masa hidup stadia telur antara 9-10 hari (Pramono, 2007).

Larva yang baru menetas panjangnya + 2,5 mm dan berwarnakelabu. Semakin tua umur larva, warna badan berubah menjadi kuning coklat dan kemudian kuning putih, di samping itu warna garis-garis hitam yang membujur pada permukaan abdomen sebelah atas juga semakin jelas (Pratama, 2009). Larva memiliki ruas-ruas tubuh yang jelas, terdiri dari 5-6 instar, masa larva ± 9-10 hari. Larva bergerak dari daun menuju jaringan batang yang muda. Selanjutnya larva menggerek akan masuk ke dalam ruas tebu. Stadia larva terdiri dari 10 instar. Lama stadia larva sekitar 78-82 hari (Pramono, 2007).

Stadia pupa berlangsung selama 14-19 hari di dalam ruas batang tebu. Pada awalnya pupa berwarna kuning muda kemudian menjadi coklat tua dengan panjang 2,5-3 cm (jantan) dan 3,5-4 cm (betina). Apabila pupa ini menetas menjadi imago, maka kulit pupa tertinggal dan menonjol ke luar dari lubang gerekan (Pramono, 2007). Imago berupa ngengat, aktif di malam hari. Imago berukuran kecil dengan rentang sayap 1,5-3 cm. Imago betina lebih besar dan lebih gelap daripada imago jantan. Imago menghisap nectar. Pada siang hari imago ini bersembunyi di antara pelepah daun kering. Imago tertarik pada cahaya lampu (Pramono, 2007).




V.      KESIMPULAN

Kesimpulan yang dari paktikum ini yaitu
1.      Hama yang menyerang tanaman pangan, hortikultura dan perkebunan antara lain walang sangit, keong mas, Helopeltis sp., penggulung daun pisang, belalang kayu, penghisab buah kakao, penghisab polong kedelai, thrips, penggerek buah kopi, kumbang badak, dan penggerek batang tebu.
2.      Pengendalian hama melalui 3 cara, yaitu pengendalian teknis, biologi dan kimia.
3.      Tipe alat mulut hama yang menyerang yaitu mandibulata dan haustelata.


















DAFTAR PUSTAKA



Effendi, S. B. 2009. Strategi Pengendalian Hama Terpadu Tanaman Padi Dalam Perspektif Praktek Pertanian Yang Baik (Good Agricultural Practices). Balai Besar Penelitian Tanaman Padi. Pengembangan Inovasi Pertanian 2 (1) 2009 65-78.  http://pustaka.litbang.pertanian.go.id/publikasi/ip021095.pdf. diakses pada 26 April 2017. Pukul 19.00 WIB.

Gendroyono, Heru. 2006. Perlindungan Tanaman. Balai Proteksi Tanaman Pangan dan Hortikultura. Kalimantan Timur.

Harianto. 2009. Dasar-dasar Perlindungan Tanaman. UGM Press. Yogyakarta.

Irulandi, S., Rajendran, C. R., Chinniah dan Samuel, S.D. 2007. Influence of weather factors on the incidence of coffee berry borer, Hypothenemus hampei (Ferrari) (Scolytidae: Coleoptera) in Pulney hills, Tamil Nadu. Madras Agric.J. 94 (7-12) : 218-231.

Kalshoven, L. G. E. 1981. Pest of Crops In Indonesia, Revised & Translated by P. A. Van Der Laan. PT. Ichtiar Baru-Van Hoeve, Jakarta

Pracaya, 2007. Hama dan Penyakit Tanaman. Penebar Swadaya. Jakarta.

Pramono, D. 2007. Program Early Warning System (EWS) Sebagai Dasar Penentuan Kebijakan dan Strategi Pengelolaan Hama Secara Terpadu (PHT) Pada Penggerek Batang Raksasa di Kawasan PTPN II Persero, Sumatera Utara. Kelti Proteksi Tanaman. P3GI Pasuruan.

Pratama, Z., Iwan dan M., Miftahul, Z. 2010. Pengaruh Kombinasi Waktu Pelepasan Yang Berbeda Antara Diatraeophaga striatalis Tns. dan Trichogramma chilonisTerhadap Persentase Kerusakan Tanaman Tebu (Saccharum officinarum Linn.) Yang Disebabkan Oleh Chilo auricilus Dudgeon. Universitas Negeri Surabaya.

Prawirosukarto, S., Y.P, Roerrha., U.Condro., dan Susanto. 2003. Pengenalan danPengendalian Hama dan Penyakit Tanaman Kelapa Sawit. Pusat Penelitian Kelapa Sawit. Medan. Sumut.

Rahmawati, Reny. 2012. Hama dan Penyakit Tanamanan. Pustaka Baru Press. Yogyakarta.


Rubio, J.D., Bustillo, A.E ., Valelezo, L.F., .Acuna, J. R. dan Benavides. P. 2008.
Alimentary Canal and Reproductive Tract of Hypothenemus hampei (Ferrari) (Coleoptera: Curculionidae, Scolytidae). Neotropical Entomology 37 (2) : 143-151.

Surachman, Enceng, dkk. 2007. Hama Tanaman, Pangan, Hortikultura dan Perkebunan. Kanisius. Yogyakarta.

Syamsudin. 2007. Intensitas Serangan Hama dan Populasi Predator Pada Berbagai Waktu. Balai Penelitian Serealia, Maros.

Triharso. 1994. Dasar-Dasar Perlindungan Tanaman. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.





























LAMPIRAN

Comments