HAMA-HAMA TANAMAN
PANGAN, HORTIKULTURA, DAN PERKEBUNAN
(Laporan Praktikum Pengendalian Hama Tanaman)
I.
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Masalah utama yang dihadapi petani dalam
budidaya tanaman adalah gangguan hama dan penyakit. Beberapa serangan hama
sering kali menampilkan kerusakan yang
serupa tapi tak sama dengan terserang penyakit. Hama adalah organisme yang dianggap merugikan dan tak
diinginkan dalam kegiatan sehari-hari manusia. Walaupun dapat digunakan untuk
semua organisme, dalam praktik istilah ini paling sering dipakai hanya
kepada hewan khusunya serangga. Dalam pertanian, hama adalah organisme pengganggu tanaman
yang menimbulkan kerusakan secara fisik, dan ke dalamnya termasuk semua hewan
yang menyebabkan kerugian dalam pertanian.
Dalam kegiatan pengendalian hama, pengenalan
terhadap jenis-jenis hama (nama umum, siklus hidup, dan karakteristik), inang
yang diserang, gejala serangan, mekanisme penyerangan termasuk tipe alat makan
serta gejala kerusakan tanaman menjadi sangat penting agar tidak melakukan
kesalahan dalam mengambil langkah/tindakan pengendalian. Serangan hama pada
suatu tanaman akan menimbulkan gejala yang khas, hal ini terkait dengan alat
mulut serta perilaku yang dimiliki oleh masing-masing serangga yang juga
memiliki ciri khas tersendiri.
Serangga mempunyai berbagai macam
bentuk, ciri, daur hidup serta peran yang berbeda-beda. Oleh karena itu, pada laporan
ini akan menjelaskan hewan (serangga) yang termasuk hama bagi tanaman pangan,
perkebunan dan hortikultura.
1.2 Tujuan Praktikum
Tujuan dari dilakukannya praktikum adalah sebagai
berikut:
II. TINJAUAN PUSTAKA
Hama merupakan suatu organisme yang mengganggu
tanaman yang dapat menimbulkan kerugian
secara ekonomi. Hama juga menyebabkan produksi suatu komoditas dari tanaman
pangan, hortikltura maupun perkebunan berkurang dan dapat juga menimbulkan
kematian pada tanaman. Hama dari jenis serangga merupakan salah satu kendala
yang dihadapi oleh setiap petani yang selalu mengganggu pertumbuhan dan
perkembangan tanaman budidaya dan hasil produksi pertanian. Hama tersebut
merusak bagian suatu tanaman, sehingga tanaman akan rusak, layu bahkan mati
(Harianto, 2009).
Pengendalian
hama terpadu (PHT) adalah sebuah pendekatan dalam
pengendalian hama dan penyakit tanaman dengan mempertimbangkan semua
aspek manajemen budidaya untuk mempertahankan serangan hama dan penyakit
dibawah ambang batas kerugian ekonomis. Aspek pengelolaan
termasuk budidaya, lingkungan fisik, biologi, perilaku pengelola dan bahan
kimia. Dengan PHT, efek samping dari pestisida diminimalkan
dan keuntungan ekonomi dipertahankan. Program PHT menggunakan informasi yang
ekstensif, yang dikumpulkan dalam sistem penanaman (Surachman, 2007).
Taktik kultur teknis
(cultural controlatau ecological management) adalah taktik memanipulasi
lingkungan untuk membuat ketidak cocokan hama pada suatu lingkungandengan cara mengganggu
siklus reproduktif, mengeliminasi makanan, dan membuat lingkungan lebih cocok
untuk perkembangan musuh alami. Walaupun sudah tergolong tua, metode kultur
teknis masih efektif menekan tingkat serangan hama dan diterima luas
dalam implementasi teknologi PHT.
Tujuan akhir dari
taktik kultur teknis adalah menemukan link yang lemah dari
siklus musiman hama sehingga hama tidak berkembang (Effendi, 2009).
Tipe alat
mulut ini diwakili oleh tipe alat mulut lebah madu Apis cerana (Hymenoptera,
Apidae) merupakan tipe kombinasi yang struktur labrum dan mandibelnya serupa
dengan tipe alat mulut menggigit mengunyah, tapi maksila dan labiumnya
memanjang dan menyatu. Glosa merupakan bagian dari labium yang berbentuk memanjang
sedangkan ujungnya menyerupai lidah yang berbulu disebut flabelum yang dapat
bergerak menyusup dan menarik untuk mencapai cairan nektar yang ada di dalam
bunga. Hama ini meraut jaringan hingga keluar cairan , cairan ini kemudian
dihisap paruh konikal. Jaringan yang terserang cenderung berwarna putih atau
belang yang kemudian tampak mengerut (Gendroyono, 2006).
III.
METODOLOGI PERCOBAAN
3.1. Alat dan Bahan
Adapun alat yang digunakan dalam praktikum ini
adalah alat tulis seperti alat tulis, kaca pembesar, pinset, cawan petri dan
nampan.
Sedangkan bahan yang digunakan dalam praktikum ini
adalah beberapa contoh dari beberapa hama tanaman pangan, hama tanaman perkebunan,
dan hama tanaman hortikultura.
3.2 Prosedur Kerja
Adapun
langkah – langkah kerja pada praktikum kali ini adalah sebagai berikut
1. Diberikan penjelasan singkat tentang pengenalan
hama pangan, perkebunan dan hortikultura oleh asisten.
2. Dicatat ordo, famili dan gejala dari hama yang
dijelaskan.
3. Diamati, dan difoto oleh praktikan beberapa
spesimen hama yang telah disediakan.
IV.
HASIL DAN
PEMBAHASAN
4.1 Hasil Pengamatan
Dari hasil pengamatan diperoleh hasil
sebagai berikut
No.
|
Gambar
|
Keterangan
|
1.
|
Walang Sangit
|
Klsifikasi
Kingdom : Animalia
Filum: Arthropoda
Kelas: Insecta
Ordo: Hemiptera
famili: Alydidae
Genus: Leptocorisa
Spesies: Leptocorisa acuta L.
|
2.
|
Keong Mas
|
Klasifikasi
Phylum: Mollusca
Kelas: Gastropoda
Sub kelas:
Prosobranchia
Ordo: Mesogastropoda
Family: Ampullaridae
Genus: Pomacea
Spesies: Pomacea canaliculata
|
3.
|
Belalang Kayu
|
Klasifikasi
Kingdom: Animalia
Phylum: Arthropoda Class: Insecta Order: Orthoptera Family: Acridoidea Genus: Valanga Specific name: nigricornis - Scientific name: Valanga nigricornis. |
4.
|
Penghisab Polong Kedelai
|
Klasifikasi
Kingdom : Animalia
Filum : Arthropoda Kelas : Insecta Ordo : Hemiptera Famili : Alydidae Genus : Riptortus Spesies : Riptortus linearis |
5.
|
Thrips sp
|
Klasifikasi
Kingdom : Animalia
Filum : Arthropoda
Kelas : Insecta
Ordo : Thysanoptera
Famili : Thripidae
|
6.
|
Penggulung Daun Pisang
|
Klasifikasi
Kingdom : Animalia
Filum : Arthropoda
Kelas : Insecta
Ordo : Lepidoptera
family : Hespiredae
Genus : Erionata
Spesies : Erionata thrax
|
7
|
Penghisab Buah Kakao (Helopeltis sp.)
|
Klasifikasi
Kingdom : Animalia
Phillum : Arthropoda
Kelas : Insekta
Ordo : Hemiptera
Famili : Miridae
Genus : Helopeltis
Spesies : Helopeltis sp
|
8.
|
Penggerek buah
kopi (Hypothenemus hampei
|
Klasifikasi
Kingdom : Animalia
Phylum
: Arthropoda
Class : Insecta
Ordo : Coleoptera
Familia : Curculionidae
Genus
: Hypothenemus
Species : Hypothenemus hampaei
|
9.
|
Kumbang badak (Oryctes rhinoceros)
|
Klasifikasi
Kingdom : Animalia
Phylum
: Arthropoda
Class : Insecta
Ordo
: Coleoptera
Familia
: Scarabaeidae
Genus
: Oryctes
Species : Oryctes rhinoceros L
|
10.
|
Penggerek
batang tebu (Chillo sacchariphagus)
|
Klasifikasi
Kingdom
: Animalia
Phylum
: Arthropoda
Class : Insecta
Ordo
: Lepidopters
Familia
: Pyralidae
Genus
: Chilo
Species : C. sacchariphagus
|
4.2 Pembahasan
Hama
yang menyerang tanaman pangan, hortikultura dan perkebunan antara lain
4.2.1
Walang
Sangit (Leptocorisa acuta)
Tipe alat mulutnya menusuk dan menghisap dengan
kemampuan mandibular berkembang dengan baik dalam bentuk parus yang biasanya
beruas, dan ramping yang timbul di bagian depan kepala dan umumnya menjulur ke
belakang sepanjang sisi ventral tubuh, kadang-kadang tepat di belakang
dasar-dasar tungkai belakang.
Walang sangit mengalami metamorfosis sederhana yang
perkembangannya dimulai dari stadia telur, nimfa dan imago. Walang sangit
bertelur pada permukaan daun bagian atas padi dan rumput-rumputan lainnya
secara kelompok dalam satu sampai dua baris. Telur berbentuk seperti cakram
(bulat pipih) berwarna merah coklat gelap dan diletakkan secara berkelompok.
Kelompok telur biasanya terdiri dari 10 - 20 butir. Telur akan menetas 5 – 8
hari setelah diletakkan sampai nimfa pertama muncul. Nimfa berukuran lebih
kecil dari dewasa dan tidak bersayap. Stadium nimfa 17 – 27 hari yang terdiri
dari 5 instar (Syamsudin. 2007)
Walang sangit mulai menyerang pada fase nimfa.
Setelah menetas akan bergerak ke malai mencari bulir padi yang masih stadia
masak susu, bulir yang sudah keras tidak disukai. Nimpa ini aktif bergerak
untuk mencari bulir baru yang cocok sebagai makanannya.
Cara pengendalian walang sangit antara lain
1. Pengendalian Dengan Sanitasi Lingkungan
Dilakukan pembersihan rerumputan disekitar tanaman padi sebelum musim tanam sampai selesai panen sehingga tidak ada tanaman inang alternatif berupa rerumputan yang dapat digunakan untuk bertahan hidup sebelum menyerang tanaman padi.
2. Pengendalian Secara Kultur Teknik
Pengendalian ini dilaksanakan dengan mengatur pola tanam padi. Untuk mengendalikan keberadaan walang sangit di lapangan, hendaknya dilakukan penanaman padi secara serentak pada hamparan yang luas.
1. Pengendalian Dengan Sanitasi Lingkungan
Dilakukan pembersihan rerumputan disekitar tanaman padi sebelum musim tanam sampai selesai panen sehingga tidak ada tanaman inang alternatif berupa rerumputan yang dapat digunakan untuk bertahan hidup sebelum menyerang tanaman padi.
2. Pengendalian Secara Kultur Teknik
Pengendalian ini dilaksanakan dengan mengatur pola tanam padi. Untuk mengendalikan keberadaan walang sangit di lapangan, hendaknya dilakukan penanaman padi secara serentak pada hamparan yang luas.
3. Pengendalian Secara Biologi
Pengendalian hayati dengan cara melepaskan predator
alami berupa laba – laba dan menanam jamur yang dapat menginfeksi walang
sangit. Dapat juga dengan Beauviria
sp dan Metharizum sp, yang menyerang
walang sangit pada stadia nimfa dan dewasa.
4.2.2
Keong Mas (Pamacea canalicula)
Saat musim kemarau, mereka mengubur diri di dalam
tanah yang lembab. Keong mas mampu berdiapause (fase dimana organisme berhenti
berkembang dan terjadi pada siklus tahunan) selama 6 bulan, kemudian aktif
kembali saat tanah mulai dialiri air. Mereka bahkan bisa hidup di lingkungan
ganas, seperti air yang terkena polusi dan kurang kadar oksigen. Siklus hidup
keong emas terbilang cukup pendek.Telur-telur keong emas dapat menetas hanya
dalam waktu 7-14 hari.Keong emas juga mampu bereproduksi dengan sangat
gesit.Seekor keong dapat menghasilkan 1000-1200 telur dalam satu bulan
Cara pengendaliannya
bisa dengan menggunakan musuh alami, secara fisik denga cara pemungutan,
penggunaan umpan, penggunaan tanaman beracun, dan dengan menggunakan bahan
kimia sebagai alternatuf terakhir.
4.2.3
Belalang Kayu (Valanga nigricornis)
Tipe metamorfosis belalang
yaitu Paurometabola (metamorfosis tidak sempurna). Metamorfosis tidak sempurna
adalah metamorfosis yang hanya memiliki 3 tahap, yaitu telur, nimfa, dan imago
(dewasa). Dimana tampilan fisik antara nimfa dan imago tidak jauh berbeda.
Serangan hama belalang dapat di kendalika dengan
cara mekanisme, kultur teknis, dan kimia. Dimana cara pengendalian secara
mekanisme dengan menangkap belalang yang sudah dewasa maupun telurnya yang
ada di bawah tanah menggunakan tangan ataupun alat yang sederhana. Secara
kultur teknis dengan melakukan pembersihan, pengaturan jarak tanam dan menanam
tanaman bunga yang akan mengundang kumbang sebagai musuh alami belalang. Secara
kimia dengan menggunakan insektisida dan cara dengan kimia ini merupakan cara
yang paling beresiko.
4.2.4 Penghisap Polong Kedelai (Riptortus linearis)
Siklus hidup R. linearis meliputi stadium telur, nimfa yang
terdiri atas lima instar, dan stadium imago. Imago berbadan panjang dan
berwarna kuning kecokelatan dengan garis putih kekuningan di sepanjang sisi
badannya (Tengkano dan Dunuyaali 1976 dalam Prayogo dan Suharsono, 2005). Imago
datang pertama kali di pertanaman kedelai saat tanaman mulai berbunga dengan
meletakkan telur satu per satu pada permukaan atas dan bawah daun. Seekor imago
betina mampu bertelur hingga 70 butir selama 4– 47 hari. Imago jantan dan
betina dapat dibedakan dari bentuk perutnya, yaitu imago jantan ramping dengan
panjang 11– 13 mm dan betina agak gemuk dengan panjang 13–14 mm. Telur R.
linearis berbentuk bulat dengan bagian tengah agak cekung, ratarata berdiameter
1,20 mm. Telur berwarna biru keabuan kemudian berubah menjadi cokelat suram.
Setelah 6–7 hari, telur menetas dan membentuk nimfa instar I selama 3 hari.
Pada stadium nimfa, R. linearis berganti kulit (moulting) lima kali.
Setiap berganti kulit terlihat perbedaan bentuk, warna,
ukuran, dan umur. Rata-rata panjang tubuh nimfa instar I adalah 2,60 mm, instar
II 4,20 mm, instar III 6 mm, instar IV 7 mm, dan instar V 9,90 mm (Tengkano dan
Dunuyaali 1976 dalam Prayogo dan Suharsono, 2005). Nimfa maupun imago mampu
menyebabkan kerusakan pada polong kedelai dengan cara mengisap cairan biji di
dalam polong dengan menusukkan stiletnya. Tingkat kerusakan akibat R. linearis
bervariasi, bergantung pada tahap perkembangan polong dan biji. Tingkat
kerusakan biji dipengaruhi pula oleh letak dan jumlah tusukan pada biji (Todd
dan Turnipseed 1974 dalam Prayogo dan Suharsono, 2005).
Gejala Serangan Riptortus linearis
Kepik menyerang dengan cara
menghisap polong sehingga menjadi kosong atau kempis (biji tidak terbentuk) dan
polong muda akan gugur. Sedangkan polong tua yg diserang kepik ini menyebabkan
biji keriput dan berbintik-bintik kecil berwarna hitam, selanjutnya biji
tersebut akan membusuk (Puput, 2007).
Pengendalian
Tanam
serempak dengan selisih waktu kurang dari 10 hari; (2) Pergiliran atau rotasi
tanaman yang baik adalah bila jenis tanaman pada suatu musim berbeda dengan
jenis tanaman yang ditanam pada suatu musim berikutnya dan jenis tanaman
tersebut bukan merupakan inang hama tanaman yang ditanam pada musim sebelumnya.
Dengan pemutusan ketersediaan inang pada musim kedua, populasi hama yang sudah
meningkat pada musim pertama dapat ditekan; (3) Cendawan entomopatogen
Lecanicillium lecanii mampu menginfeksi telur, nimfa dan kepik coklat Riptortus linearis dengan tingkat
mortalitas yang sangat tinggi dan dapat
mencapai 50%; (4) Tanaman perangkap Sesbania rostrata di pematang dapat
mengurangi serangan hama pengisap polong kedelai. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa jika populasi hama pengisap polong cukup tinggi, keberadaan Sesbania dapat
menekan populasi hama pengisap polong pada tanaman kedelai hingga 35%; (5)
Semprot dengan insektisida bila populasi mencapai ambang kendali
(klorfluazuron, betasiflutrin, sipermetrin, alfametrin, carbosulfan,
sihalotrin, sipermetrin) (Pracaya,1993).
4.2.5 Thrips sp.
Thrips
dapat berkembang biak secara generatif
(kawin) maupun vegetatif melalui proses
Phartenogenesis, misalnya
thrips yang mengalami phartenogenesis adalah Thrips tabaci
yang menyerang tembakau. Perkembangbiakan
secara phartenogenesis akan menghasilkan serangga-serangga jantan. Menurut Kalshoven
(1981) bahwa imago betina Thrips dapat meletakkan telur sekitar 15 butir secara berkelompok kedalam jaringan epidhermal daun tanaman dengan masa inkubasi
telur sekitar 7 hari.
Telur
dari hama ini berbentuk oval atau
bahkan mirip
seperti ginjal pada manusia, imago betina akan memasukkka n telurnya ke dalam jaringan epidhermal
daun dengan bantuan ovipositornya yang tajam.
Ukuran telurnya sangat kecil maka
sering tak terlihat dengan mata telanjang.
Telur ini diletakkannya dalam jumlah yang besar,dengan
rata-rata 80 butir tiap induk. letak telur akan mudah diketahui dengan
memperhatikan bekas tusukan pada bagian tanaman tersebut dan biasanya disekitar jaringan tersebut terdapat pembengkakan. Telur-telur ini akan menetas sekitar 3 atau
7 hari setelah pelatakan oleh imago betina( Direktorat Perlindungan Tanaman, 1992).
Gejala yang ditimbulkan adalah daun
mula-mula mennimbulkan noda putih mengkilat seperti perak, kemudian menjadi kecoklat-coklatan
dengan bintik hitam. Biasanya serangan
akan hebat apabila hujan rintik-rintik dan suhu di atas normal dengan
kelembaban. Hama
ini dapat dikendalikan dengan pengendalian biologi melalui pemanfaatan musuh
alami trips yaitu predator kumbang macan Coccinellidae. Pengendalian kimia,
dengan menggunakan insektisida yang diizinkan oleh Menteri Pertanian, kultur
teknis, pengendalian fisik dengan cara pemasangan perangkap berwarna kuning
berperekat sebanyak 80–100 per hektar.
4.2.6 Penggulung Daun Pisang (Erionata
thrax)
Penggulung
daun pisang memiliki metamorfose sempurna (Holometabola). Larva bertipe
polipoda, Prosesnya Telur akan menetas antara 3 –
5 hari, larva akan berjalan ke pinggir daun tumbuhan inang dan memulai
memakannya.Setelah menetas larva akan mencari makan sebagian larva mengkonsumsi
cangkang telur yang kosong sebagai makanan pertamanya. Fase pupa kalau dilihat
dari luar seperti periode istirahat. Pembentukan kupu-kupu di dalam pupa biasanya
berlangsung selama 7 – 20 hari tergantung spesiesnya.
Cara pengendalianya adalah dengan
pengendalian fisik karena dinilai lebih efektif dan ulat penggulung daun dapat
mudah dikenali. Jika menggunakan bahan kimiawi tidak akan efektif karena ulat
tersebut dilindungi daun yang menggulung dan serbuk berwarna putih seperti
bedak di dalamnya.
4.2.7 Penghisap
Buah Kakao (Helopeltis sp)
Serangga betina dewasa selama hidupnya dapat meletakkan telurnya hingga
200 butir. Perkembangan dari telur hingga menjadi dewasa memerlukan waktu 21 –
24 hari. Gejala serangan hama jika menyerang buah muda akan
terjadi keretakan pada kulih buah dan pertumbuhan buah abnormal yang
mengakibatkan biji tumbuh terhambat dan akhirnya memengaruhi hasil panen.Pada
buah tua akan muncul bintik hitam (Rahmawati,
2012).
Cara pengendalian dari Penghisap Buah Kakao (Helopeithis sp) antara lain:
a. Pengendalian dengan musuh alami yaitu
- parasitoid : Euphurus hclopeltianus
- cacing parasit pada nimfa : Agianarata paradacamadata
- patogen: Metharizium anisopliae, Beauveria bassiana
- predator: Coccineiia sp, semut hitam (D. bittfbēreufatus), semut rangrang (Occophyih smaragdina), dan burung kapinis (Collocalia esculent a)
b. Pengendalian dengan Insektisida Nabati
·
Belerang + gadung + air, kemudian disaring
dan disemprotkan ke tanaman
·
Daun Sambiloto ditumbuk + air dan saring
dan disemprotkan ke tanaman
4.2.8 Penggerek buah kopi (Hypothenemus hampei)
Hama PBKo H.
Hampei perkembangannya dengan metamorfosa sempurna dengan tahapan
telur, larva, pupa dan imago atau serangga dewasa. Perkembangan dari telur
menjadi imago berlangsung hanya di dalam biji keras yang sudah matang. Kumbang
penggerek ini dapat mati secara prematur pada biji di dalam endosperma jika
tidak tersedia substrat yang dibutuhkan. Kopi setelah pemetikan adalah tempat
berkembang biak yang sangat baik untuk penggerek ini, dalam kopi tersebut dapat
ditemukan sampai 75 ekor serangga perbiji. Kumbang ini diperkirakan dapat
bertahan hidup selama kurang lebih satu tahun pada biji kopi dalam kontainer
tertutup (Kalshoven, 1981).
H. hampei mengarahkan
serangan pertamanya pada areal kebun kopi yang bernaungan, lebih lembab atau di
perbatasan kebun. Jika tidak dikendalikan, serangan dapat menyebar ke seluruh
kebun. Dalam buah tua dan kering yang tertinggal setelah panen, dapat ditemukan
lebih dari 100 H. Hampei (DPP, 2004). Betina berkembang biak pada
buah kopi hijau yang sudah matang sampai merah , biasanya membuat lubang dari
ujung dan meletakkan telur pada buah. Kumbang betina terbang dari satu pohon ke
pohon yang lain untuk meletakkan telur. Ketika telur menetas, larva akan
memakan isi buah sehingga menyebabkan menurunnya
mutu
kopi (USDA, 2002).
Serangan H. Hampei pada
buah muda menyebabkan gugur buah. Serangan pada buah yang cukup tua menyebabkan
biji kopi cacat berlubang-lubang dan bermutu rendah (PPKKI, 2006). H. Hampei diketahui makan dan berkembang biak
hanya di dalam buah kopi saja. Kumbang betina masuk ke dalam buah kopi dengan
membuat lubang dari ujung buah dan berkembang biak dalam buah (Irulandi et al., 2007).
Imago H.hampei telah merusak biji kopi sejak biji mulai
membentuk endosperma. Serangga yang betina meletakkan telur pada buah kopi yang
telah memiliki endosperma yang keras (Rubio et al.,2008).
Betina membuat lubang kecil dari permukaan kulit luar kopi (mesokarp) buah
untuk meletakkan telur jika buah sudah cukup matang (Baker et al., 1992).
Pada
umumnya H. hampei menyerang buah dengan endosperma yang
telah mengeras, namun buah yang belum mengeras dapat juga diserang. Buah kopi
yang bijinya masih lunak umumnya hanya digerek untuk mendapatkan makanan dan
selanjutnya ditinggalkan. Buah demikian tidak berkembang, warnanya berubah
menjadi kuning kemerahan dan akhirnya gugur. Serangan pada buah yang bijinya
telah mengeras akan berakibat penurunan mutu kopi karena biji berlubang. Biji
kopi yang cacat sangat berpengaruh negatif terhadap susunan senyawa kimianya,
terutama pada kafein dan gula pereduksi. Biji berlubang merupakan salah satu
penyebab utama kerusakan mutu kimia, sedangkan citarasa kopi dipengaruhi oleh
kombinasi komponen-komponen senyawa kimia yang terkandung dalam biji (Tobing et al., 2006). Serangga H. hampei masuk ke dalam buah kopi dengan cara
membuat lubang di sekitar diskus. Serangan pada buah muda menyebabkan gugur
buah, serangan pada buah yang cukup tua menyebabkan biji kopi cacat
berlubang-lubang dan bermutu rendah (PPKKI, 2006).
Agens
pengendalian hayati yang mempunyai prospek baik dalam mengendalikan hama PBKo
adalahyang dikemas dalam bentuk pestisida hayati, pemangsa, dan parasitoid.
Pestisida hayati merupakanpilihan utama untuk dikembangkan di Indonesia karena
risiko yang rendah terhadap pencemaranlingkungan, mudah penggunaannya karena
petani sudah terbiasa dengan berbagai alat pengendalian,khususnya alat semprot,
dan harganya relatif lebih murah dibandingkan harga pestisida kimia (Mangoendihardjo
dan Wagiman, 1989).
4.2.9
Kumbang Badak (Oryctes Rhinoceros)
Telur
serangga ini berarna putih, bentuknya mula-mula oval, kemudian bulat dengan
diameter kurang lebih 3 mm. Larva yang baru menetas berwarna putih dan setelah
dewasa berwarna putih kekuningan, warna bagian ekornya agak gelap dengan
panjang 7-10 cm. Ukuran pupa lebih kecil dari larvanya, kerdil, bertanduk dan
berwarna merah kecoklatan dengan panjang 5-8 cm yang terbungkus kokon dari
tanah yang berwarna kuning. Kumbang ini berwarna gelap sampai hitam, sebesar
biji durian, cembung pada bagian punggung dan bersisi lurus, pada bagian kepala
terdapat satu tanduk dan tedapat cekungan dangkal pada permukaan punggung ruas
dibelakang kepala (Prawirosukarto, 2003).
Pengendalian
dapat dilakukan dengan cara pembersihan atau pemusnahan semua tempat yang
mungkin menjadi tempat perkembangbiakan, atau berkembangnya larva seperti yang
telah dikemukakan dimuka mengenai hidupnya larva. Atau dapat juga dengan cara
penggunaan Cendawan ini bersifat alami, aman bagi lingkungan (karena spesifik).
Cara kerja cendawan adalah setelah larva hama Oryctes melalui makan kemasukan
spora/konidium jamur Metarhicium, makan jamur akan mengifeksi larva hama.
4.2.10 Penggerek batang tebu (Chillo sacchariphagus)
Telur berwarna putih kelabu kemudian berubah menjadi
hitam kelabu. Berbentuk oval sampai bulat, pada permukaan atasnya agak datar.
Jumlah telur dalam setiap 1 cm panjang deretan kelompok sekitar 9-12 butir.
Bentuk telur oval dan dapat menghasilkan telur sebanyak 282-376 butir per
betina. Peletakan telur secara berkelompok di permukaan bawah
daun atau di dalam gulungan daun kering, terutama pada pucuk tanaman yang
mati puser. Masa hidup stadia telur antara 9-10 hari (Pramono, 2007).
Larva yang baru menetas panjangnya +
2,5 mm dan berwarnakelabu. Semakin tua umur
larva, warna badan
berubah
menjadi kuning coklat dan kemudian kuning putih, di samping itu warna garis-garis hitam
yang membujur pada permukaan abdomen sebelah atas juga semakin jelas (Pratama, 2009). Larva memiliki ruas-ruas tubuh yang
jelas, terdiri dari 5-6 instar, masa larva ± 9-10 hari. Larva bergerak dari
daun menuju jaringan batang yang muda. Selanjutnya larva menggerek akan masuk
ke dalam ruas tebu. Stadia larva terdiri dari 10 instar. Lama stadia larva
sekitar 78-82 hari (Pramono, 2007).
Stadia pupa berlangsung selama 14-19 hari di dalam
ruas batang tebu. Pada awalnya pupa berwarna kuning muda kemudian
menjadi coklat tua dengan panjang 2,5-3 cm (jantan) dan 3,5-4 cm (betina).
Apabila pupa ini menetas menjadi imago, maka kulit pupa tertinggal dan menonjol
ke luar dari lubang gerekan (Pramono, 2007). Imago berupa ngengat, aktif di
malam hari. Imago berukuran kecil dengan rentang sayap 1,5-3 cm. Imago betina
lebih besar dan lebih gelap daripada imago jantan. Imago menghisap nectar. Pada
siang hari imago ini bersembunyi di antara pelepah daun kering. Imago tertarik
pada cahaya lampu (Pramono, 2007).
V. KESIMPULAN
Kesimpulan
yang dari paktikum ini yaitu
1. Hama
yang menyerang tanaman pangan, hortikultura dan perkebunan antara lain walang
sangit, keong mas, Helopeltis sp., penggulung daun pisang, belalang kayu,
penghisab buah kakao, penghisab polong kedelai, thrips, penggerek buah kopi,
kumbang badak, dan penggerek batang tebu.
2. Pengendalian
hama melalui 3 cara, yaitu pengendalian teknis, biologi dan kimia.
3. Tipe
alat mulut hama yang menyerang yaitu mandibulata dan haustelata.
DAFTAR
PUSTAKA
Effendi, S. B.
2009. Strategi Pengendalian Hama
Terpadu Tanaman Padi Dalam Perspektif Praktek Pertanian Yang Baik (Good Agricultural Practices). Balai Besar Penelitian Tanaman Padi.
Pengembangan Inovasi Pertanian 2 (1) 2009 65-78. http://pustaka.litbang.pertanian.go.id/publikasi/ip021095.pdf. diakses pada 26 April 2017. Pukul
19.00 WIB.
Gendroyono, Heru. 2006. Perlindungan Tanaman. Balai Proteksi
Tanaman Pangan dan Hortikultura. Kalimantan Timur.
Harianto. 2009. Dasar-dasar Perlindungan Tanaman. UGM Press. Yogyakarta.
Irulandi, S., Rajendran, C. R., Chinniah dan
Samuel, S.D. 2007. Influence of weather
factors on the incidence of coffee berry borer, Hypothenemus hampei
(Ferrari) (Scolytidae: Coleoptera) in Pulney
hills, Tamil Nadu. Madras Agric.J. 94
(7-12) : 218-231.
Kalshoven, L. G. E. 1981. Pest of Crops In Indonesia, Revised & Translated by P. A. Van Der Laan. PT. Ichtiar Baru-Van Hoeve, Jakarta
Pracaya,
2007. Hama dan Penyakit Tanaman.
Penebar Swadaya. Jakarta.
Pramono, D.
2007. Program Early Warning System (EWS) Sebagai Dasar Penentuan Kebijakan dan
Strategi Pengelolaan Hama Secara Terpadu (PHT) Pada Penggerek Batang Raksasa di
Kawasan PTPN II Persero, Sumatera Utara. Kelti Proteksi Tanaman. P3GI
Pasuruan.
Pratama, Z.,
Iwan dan M., Miftahul, Z. 2010. Pengaruh Kombinasi Waktu Pelepasan Yang Berbeda
Antara Diatraeophaga striatalis Tns. dan Trichogramma chilonisTerhadap
Persentase Kerusakan Tanaman Tebu (Saccharum officinarum Linn.) Yang
Disebabkan Oleh Chilo auricilus Dudgeon. Universitas Negeri Surabaya.
Prawirosukarto,
S., Y.P, Roerrha., U.Condro., dan Susanto. 2003. Pengenalan danPengendalian Hama dan Penyakit Tanaman Kelapa Sawit.
Pusat Penelitian Kelapa Sawit. Medan. Sumut.
Rahmawati,
Reny. 2012. Hama dan Penyakit Tanamanan.
Pustaka Baru Press. Yogyakarta.
Rubio,
J.D., Bustillo, A.E ., Valelezo, L.F., .Acuna, J. R. dan Benavides. P. 2008.
Alimentary Canal and Reproductive Tract of Hypothenemus hampei (Ferrari) (Coleoptera: Curculionidae, Scolytidae). Neotropical Entomology 37 (2) : 143-151.
Surachman,
Enceng, dkk. 2007. Hama Tanaman, Pangan, Hortikultura dan Perkebunan. Kanisius.
Yogyakarta.
Syamsudin. 2007. Intensitas Serangan Hama dan Populasi Predator Pada Berbagai Waktu.
Balai Penelitian Serealia, Maros.
Triharso.
1994. Dasar-Dasar Perlindungan Tanaman.
Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
LAMPIRAN
Comments
Post a Comment