LAPORAN AKHIR KESUBURAN TANAH

LAPORAN AKHIR KESUBURAN TANAH


I.   PENDAHULUAN


1.1    Latar Belakang

Tanah salah satu komponen yang sangat penting karena tempat tanaman tumbuh dan hidup, sebagai penyedia sumber unsure hara pada tanaman, tempat tegaknya tanaman serta penyedian air dan udara. Tanah juga suatu bahan yang kompleks yang terdiri dari fase padat, cair dan gas.

Tanah juga memegang peranan yang penting dalam usaha pertanian oleh karena itu perlu pengetahuan khusus tentang hal itu untuk dapat mengelola tanah dengan baik. Penentuan tanah dengan benar dapat ditentukan jenis tanaman yang sesuai dengan lahan tersebut. Penentuan tanah dapat menggunakan analisis sifat tanah, baik dari sifat kimia maupun sifat fisikanya dan juga sifat biologi dari tanah tersebut. Sehingga dari dasar sifat itu kita dapat melihat karakteristik tanah yang berlainan dan yang memerlukan perlakuan pengolahan yang berbeda pula.
Kesuburan tanah sebagai mutu atau kualitas tanah yang dapat digunakan sebagai acuan penanaman tanaman, yang ditentukan oleh interaksi sejumlah sifat fisika, kimia dan biologi tanah yang menjadi habitat akar-akar aktif tanaman. Penaksiran kesuburan tanah dapat dilakukan atas dasar  sifat-sifat dan kelakuan fisik, kimia dan biologi tanah tersebut.

Tanah yang kesuburannya kurang dapat disebabkan oleh kekurangan unsure hara pada tanah itu dan bisa juga karena kandungan bahan organic tersebut kurang. Tanah yang kekurangan suatu unsur hara akan menampakkan gejala langsung secara visual. Tiap hara umumnya menunjukkan gejala tertentu yang bersifat spesifik. Dilihat gejala yang tampak pada tanaman, maka dapat diperkirakan adanya kekurangan hara tertentu dalam tanah. Untuk mengamati gejala kekahatan hara secara visual ini maka dilakukan praktikum kesuburan. Agar dapat mengetahui dan mengamati keadaan sekitar dengan cepat dan tepat, dapat mengamati gejala-gejala yang ditunjukkan oleh tanaman yang tumbuh di dalam polibag.

Praktikum ini menggunakan tanamann jagung manis (Zea mays L.saccharata). Tanaman jagung manis atau sweet corn merupakan jenis jagung yang  belum lama dikenal dan baru dikembangkan di Indonesia. Sweet corn semakin popular dan banyak dikonsumsi karena memiliki rasa yang lebih manis dibandingkan jagung  biasa. Selain itu umur produksinya lebih singkat (genjah) yaitu 70 – 80 hari sehingga  sangat menguntungkan. Untuk tanah yang digunakan adalah tanah lapisan bawah atau tanah lapisan kedua pada tanah. Lapisan tanah bawah disebut juga subsoil, merupakan lapisan tanah yang berada tepat di bawah lapisan topsoil. Lapisan ini memiliki sifat kurang subur karena memiliki kandungan zat makanan yang sangat sedikit, berwarna kemerahan atau lebih terang, strukturnya lebih padat, dan memiliki ketebalan antara 50 – 60 cm. Pada lapisan ini, aktivitas organisme dalam tanah mulai berkurang, demikian juga dengan sistem perakaran
tanaman. Untuk membuktikan pengaruh jenis tanah terhadap pertumbuhan tanaman dan pengaruh pemupukan pada tanaman maka dilakukan peraktikum ini.


1.2    Tujuan

Tujuan dari praktikum pengelolaan keseburuan tanah adalah sebagai berikut :
1.        Mengetahui perbandingan antara setiap perlakuan yang ada pada praktikum ini.
2.        Mengetahui pengaruh penggunaan tanah subsoil pada pertumbuhan tanaman jagung manis.
3.        Mengetahui pengaruh dari pemupukan dan pengolahan tanah terhadap pertumbuhan tanaman.
4.        Mengetahui gejala kekurangan unsur hara makro pada tanaman jagung di tanah subsoil.




                                                                                                                         II.              TINJAUAN PUSTAKA


Jagung adalah tanaman herba monokotil dan tanaman semusim iklim panas. Tanaman ini berumah satu, dengan bunga jantan tumbuh sebagai perbungaan ujung (tassel) pada batang utama (poros atau tangkai) dan bunga betina tumbuh terpisah sebagai pembungaan samping (tongkol) yang berkembang pada ketiak daun. Tanaman ini menghasilkan satu atau beberapa tongkol
(Rubatzky dan Yamaguchi, 1998).

Jagung merupakan tanaman semusim (annual). Satu siklus hidupnya diselesaikan dalam 80-150 hari. Paruh pertama dari siklus merupakan tahap pertumbuhan vegetatif dan paruh kedua untuk tahap pertumbuhan generatif.
Kingdom         : Plantae
Subkingdom    : Tracheobionta
Super Divisi    : Spermatophyta
Divisi               : Magnoliophyta
Kelas               : Liliopsida
Sub Kelas        : Commelinidae
Ordo                : Poales
Famili              : Poaceae
Genus              : Zea
Spesies            : Zea mays L. (Rubatzky dan Yamaguchi, 1998).

Menurut Buckman and Brady (1982) sub soil adalah tanah bagian bawah dari lapisan top soil yang mengalami cukup pelapukan, mengandung lebih sedikit bahan organik. Lapisan dari sub soil juga dibedakan menjadi dua bagian, terutama dalam tanah yang mengalami pelapukan mendalam yakni tanah-tanah  di daerah


lembab, bagian sebelah atasnya disebut daerah transisi (peralihan), dan sebelah bawahnya disebut daerah penimbunan (illuviasi). Dalam daerah penimbunan ini berangsur-angsur terkumpul oksida besi, oksida aluminium, tanah liat dan juga kalsium karbonat. Winarna dan Sutarta (2003) juga menyatakan bahwa sub soil merupakan lapisan tanah di bawah lapisan top soil, umumnya memiliki tingkat kesuburan yang lebih rendah dibandingkan top soil, terutama sifat kimianya yang kurang baik (Jemrifs, Djoko,dan Abdul, 2013).

Menurut Rukmana (2008) Hara dalam tanah yang dapat diserap oleh tanaman hanya dalam bentuk tertentu seperti NO3-, NH4+, H2PO2-, HPO42-, dan K+. Selanjutnya hara tersebut berperan dalam berbagai aktivitas metabolisme. Perubahan hara pada daun tanaman disebabkan oleh perubahan fase pertumbuhan. Hara daun mengalami penurunan pada fase trubus dan fase generatif. Pada fase tersebut hara pada daun mengalami translokasi dari daun tua ke bagian organ yang lebih muda atau untuk pembentukan buah, akibatnya konsentrasi hara pada daun tua berkurang (Patti, Kaya dan Silahooy, 2013).

N tersedia  sangat  rendah disebabkan  oleh  sifat  nitrogen  yang mudah  hilang  melalui  pelindian maupun  penguapan karena  kondisi porositas  (43,76%)  tanah  dimana  lebih  besarnya  pori makro  dibanding  pori mikro. Syafruddin  (2006)  menyatakan  bahwa  pengaruh  awal  dari kekurangan  unsur  hara nitrogen di  dalam  tanah  yaitu  pertumbuhan tanaman lambat dan  kerdil, daun  sempit, pendek, dan tegak. Nitrogen  merupakan salah satu komponen utama  penyusun  klorofil  daun  yaitu sekitar 60% dan berperan sebagai enzim dan protein membran. Fathan (1998) menambahkan, unsur nitrogen dalam tubuh tanaman  dijumpai dalam bentuk anorganik yang bergabung dengan unsur C, H, dan O  membentuk asam amino, enzim, asam nukleat, dan klorofil. Sehingga dapat  meningkatkan  laju fotosintesis  dan  menghasilkan asimiliat lebih banyak.

Menurut  Novizan (2004) nitrogen dibutuhkan untuk membentuk senyawa
penting  seperti  klorofil, asam nukleat, dan enzim. Senyawa  penting ini dibutuhkan  dalam  proses  metabolisme dan  merangsang  prosesnya. Bila
semua proses  metabolisme dapat berjalan dengan baik maka pertumbuhan
tanaman  menjadi baik. Menurut Setyamijaya (1986), unsur  nitrogen  yang
ada  dalam  pupuk  urea  dan  pupuk  kandang  merangsang  pertumbuhan
vegetatif  tanaman (Nugroho, dkk, 2000).

Fungsi nitrogen (N) diantaranya yaitu merangsang pertumbuhan tanaman secara keseluruhan, berfungsi untuk sintesa asam amino dan protein dalam tanaman, dan merangsang pertumbuhan vegetatif ( warna hijau ) seperti daun. Tanaman yang kekurangan unsur N gejalanya yaitu pertumbuhan lambat/kerdil, daun hijau kekuningan, daun sempit, pendek dan tegak, daun-daun tua cepat menguning dan mati (Jumini, Nurhayati, dan Murzani, 2009).

Fungsi fosfor (P) diantaranya yaitu untuk pengangkutan energi hasil metabolisme dalam tanaman, merangsang pembungaan dan pembuahan, merangsang pertumbuhan akar, merangsang pembentukan biji, dan merangsang pembelahan sel tanaman dan memperbesar jaringan sel. Tanaman yang kekurangan unsur P gejaalanya yaitu pembentukan buah/dan biji berkurang, kerdil, daun berwarna keunguan atau kemerahan (kurang sehat)
(Jumini, Nurhayati, dan Murzani, 2009).

Fungsi Kalium ( K ) diantaranya yaitu berfungsi dalam proses fotosintesa, pengangkutan hasil asimilasi, enzim dan mineral termasuk air, dan meningkatkan daya tahan/kekebalan tanaman terhadap penyakit. Tanaman yang kekurangan unsur K gejalanya yaitu batang dan daun menjadi lemas/rebah, daun berwarna hijau gelap kebiruan tidak hijau segar dan sehat, ujung daun menguning dan kering, timbul bercak coklat pada pucuk daun
(Jumini, Nurhayati, dan Murzani, 2009).

Pengapuran adalah pemberian kapur untuk meningkatkan pH tanah yang bereaksi masam menjadi mendekati netral yaitu sekitar ph 6,ph 5-7. Salah satu faktor penghambat meningkatnya produksi tanaman adalah karena adanya masalah keasaman tanah. Tanah asam memberikan pengaruh yang buruk pada pertumbuhan tanaman hingga hasil yang dicapai rendah. Untuk mengatasi keasaman tanah perlu di lakukan usaha pemberian kapur kedalam tanah. Manfaat pengapuran diantaranya yaitu:
1. Menaikkan pH tanah.                                          
2. Menambah unsur – unsur Ca dan Mg.                                                                   
3. Menambah ketersediaan unsur-unsur P dan Mo.                                         
4. Mengurangi keracunan Fe, Mn, dan Al.                                
5. Memperbaiki kehidupan mikroorganisme dan memperbaiki pembentukan bintil- bintil akar (Hardjoloekito, 2009).

Pupuk organik adalah semua sisa bahan tanaman, pupuk hijau, dan kotoran hewan yang mempunyai kandungan unsure hara rendah. Pupuk organik tersedia setelah zat tersebut mengalami proses pembusukan oleh mikro organisme. Selain pupuk anorganik, pupuk organic juga harus dberikan pada tanaman. Pupuk organik ada beberapa macam yakni pupuk kompos, pupuk hijau dan pupuk kandang. Pupuk kompos adalah pupuk yang dibuat dengan cara membusukkan sisa-sisa tanaman. Pupuk jenis ini berfungsi sebagai pemberi unsur-unsur hara yang berguna untuk perbaikan struktur tanah. Pupuk hijau adalah bagian tumbuhan hijau yang mati dan tertimbun dalam tanah. Pupuk organic jenis ini mempunyai perimbangan C/N rendah, sehingga dapat terurai dan cepat tersedia bagi tanaman. Pupuk hijau sebagai sumber nitrogen cukup baik di daerah tropis, yaitu sebagai pupuk organic sebagi penambah unsure mikro dan perbaikan struktur tanah. Pupuk kandang adalah pupuk yang berasal dari kotoran hewan. Kandungan hara dalam pupuk kandang rata-rata sekitar 55% N, 25% P2O5, dan 5% K2O (tergantung dari jenis hewan dan bahan makanannya). Makin lama pupuk kandang mengalamai proses pembusukan, makin rendah perimbangan C/N-nya (Hasibuan, 2010).











III.            METODOLOGI PERCOBAAN


3.1 Alat dan Bahan

Alat yang digunakan pada praktikum ini adalah Cangkul, Timbangan, Sabit, Cuter, Oven, Alat Tulis, Gunting, Gembor, Amplop dan Parameter.

Bahan yang digunakan pada praktikum ini adalah Polybag, Tanah Sub Soil 10 kg., Air, Benih, Pupuk Kandang, Kapur, Pupuk SP-36, Pupuk Urea, Pupuk KCl dan Karung.


3.2 Cara Kerja

Cara kerja yang dilakukan pada praktikum ini adalah sebagai berikut :
a.        Penanaman
1.    Disiapkan tiga buah cangkul dan 13 polybag untuk setiap kelompok.
2.    Diambil tanah yang di sub soil dengan menggunakan cangkul di lab terpadu. Lalu dimasukkan ke dalam 13 polybag.
3.    Diukur berat polybag yang sudah berisi tanah dengan menggunakan timbangan dengan berat masing-masing polybag 10 kg.
4.    Setelah itu, masing-masing polybag dipindahkan ke tempat yang disediakan.
5.    Pada polybag yang di berikan perlakuan pupuk kandang dan kapur di berikan pada saat penanaman dengan dosis pupuk kandang 75 gr/polybag dan dosis kapur 25 gr/polybag.
6.    Setelah diberikan perlakuan pupuk kandang dan kapur, diberikan 3 benih di setiap polybagnya.
b.        Perawatan
1.    Pada polybag yang di berikan pupuk urea, pupuk KCl, pupuk SP-36, diberikan 3 hari setelah tanam dengan dosis masing-masing pupuk Urea 1,5 g/polybag, pupuk KCl 1,5 g/polybag dan pupuk SP-36 0,75 g/polybag.  Namun pupuk Urea di berikan setengah dari reaksi tersebut.
2.    Dilakukan penyiraman setiap sore hari sebanyak 3 gelas perpolybag.
3.    Dari 3 benih yang sudah tumbuh diambil 1 benih yang terbaik untuk tetap ditanam, lalu dua benih yang lain dipotong menggunakan gunting.
4.    Dilakukan pengukuran tinggi tanaman dan penghitungan jumlah daun dari semua perlakuan setiap 7 hari secara berkala.
5.    Setelah 5 minggu setelah tanam, dilakukan pemupukan Urea yang ke dua dengan dosis setengah dari pemupukan Urea sebelumnya.

c.         Pemanenan
1.    Setelah 8 minggu, dilakukan pemanenan pada tanaman jagung dari semua perlakuan dengan cara dipisahkan antara tanah dengan tanaman sehingga hanya tersisa tanaman jagung saja.
2.    Dilakukan pencucian akar jagung dengan air agar bersih dari tanah.
3.    Dipotong akar jagung dari batang jagung.

d.        Pascapanen
1.    Dilakukan penimbangan tanaman jagung agar didapat berat basah dari tanaman jagung tersebut.
2.    Dimasukkan ke dalam oven dengan suhu 48,5oC dengan tekanan 1 atm selama 3 hari.
3.    Setelah 3 hari, tanaman jagung dikeluarkan dari oven dan dikeluarkan juga dari amplop.
4.    Dilakukan penimbangan tanamna jagung agar didapt berat kering dari tanaman jagung tersebut.





IV. HASIL DAN PEMBAHASAN


4.1    Hasil Pengamatan

Dari hasil pengamatan selama praktikum mendapatkan beberapa hasil pengamatan yang disajikan dalam bentuk tabel berikut ini:

Tabel 1. Tabel pengamatan tinggi tanaman

Perlakuan
1
2
3
4
5
6
7
8
Rerata
Kontrol
8
21,6
25,7
34,7
64
84,5
90,1
104
54,03
Pupuk kandang
9
30,5
46,5
63,3
82
97
99
104
66,35
Kapur
6,2
16,6
24,4
34,3
59,2
76
78,6
88,6
47,99
N
7
18,6
20,4
21
24,2
33
42
58,5
28,09
P
10,5
25,1
31,2
38
54,2
69,5
71,3
74,6
46,80
K
3,5
16,2
23,1
25
26
35
38
58
28,10
N + P
4
18,8
24,4
40
71,5
92,7
97,1
102
56,31
N + K
8,1
24,5
25,7
27,5
27,8
34
35,2
43,2
28,25
P + K
8,2
21,2
26
26,5
42
61
64,2
69,7
39,85
N + P + K
6,2
29,5
35
39,5
53
75
82,5
91
51,46
NPK + pukan
8,3
26,5
42,5
70,5
104
123
126
128
78,68
NPK + Kapur
5
19,8
22,6
30,5
61,5
104
110
124
59,61
NPK + Pukan + Kapur
9,5
29
40
67,5
97,5
115
119
122
74,99

Tabel 2. Tabel pengamatan jumlah daun

Perlakuan
1
2
3
4
5
6
7
8
Rerata
Kontrol
2
4
5
6
8
8
8
10
6,38
Pupuk kandang
2
5
6
8
8
8
9
11
7,13
Kapur
2
4
5
6
7
7
7
7
5,63
N
2
4
5
4
4
5
5
6
4,38
P
2
4
5
6
7
5
6
8
5,38
K
1
4
6
4
3
4
5
4
3,88
N + P
1
4
6
7
8
9
9
9
6,63
N + K
2
4
4
4
3
4
5
5
3,88
P + K
2
4
4
4
5
6
5
6
4,50
N + P + K
2
5
6
6
7
9
9
10
6,75
NPK + pukan
2
4
5
9
10
11
10
11
7,75
NPK + Kapur
1
4
5
5
6
10
11
9
6,38
NPK + Pukan + Kapur
2
5
6
9
11
10
11
12
8,25

Tabel 3. Tabel pengamatan berat basah

Perlakuan
Berat Basah (gr)
Kontrol
157,8
Pupuk kandang
161,9
Kapur
81,4
N
25,3
P
48,8
K
15,4
N + P
152,8
N + K
7,4
P + K
33
N + P + K
80,8
NPK + pukan
147,9
NPK + Kapur
157,8
NPK + Pukan + Kapur
162,5

Tabel 4. Tabel pengamatan berat kering

Perlakuan
Berat Kering (gr)
Kontrol
29,5
Pupuk kandang
32,6
Kapur
14,7
N
4,5
P
10,4
K
2,5
N + P
37,5
N + K
1,5
P + K
6,7
N + P + K
18,76
NPK + pukan
41
NPK + Kapur
31,9
NPK + Pukan + Kapur
41,7


4.2         Pembahasan

4.2.1 Sejarah Tanah Subsoil Lab. Lapang Terpadu
Dari percobaan yang telah dilakukan, media tanah yang digunakan yaitu tanah subsoil yang merupakan lapisan bawah dari tanah topsoil. Tanah subsoil ini merupakan tanah yang sebelumnya dipenuhi oleh rumput liar yang tumbuh disekitarnya pada Laboratorium Lapang Terpadu Universitas Lampung. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa tanah yang digunakan sebagai media tanah untuk percobaan ini merupakan tanah yang belum pernah digunakan untuk menanam jenis tanaman-tanaman dan belum pernah diberikan tambahan unsur-unsur hara pada tanah tersebut. Keadaan awal tanah subsoil ini berwarna kuning kemerahan, mudah mengeras dan kandungan liat yang tinggi sehingga sukar untuk menyerap air. Tanah subsoil yang digunakan ini dilakukan dengan proses pengambilan tanah yang tidak merata, karena pada proses pengambilan tanah yang akan dipindahkan ke polybag ini terdapat beberapa kendala salah satunya yaitu banyak nya bebatuan yang ada, sehingga proses pengambilan tanah pun menjadi tidak merata yang mengakibatkan beberapa tanah dalam polybag berbeda yang mungkin  tercampur sedikit dengan tanah lain, namun masih berada pada sekitar lapisan tanah subsoil ini.
Selain itu, proses pengambilan tanah subsoil pada percobaan ini dilakukan setelah pengambilan tanah kelas lain. Sehingga tanah yang dipakai dari percobaan untuk kelas ini termasuk tanah subsoil yang lapisannya terbawah mendekati bebatuan. Menurut Kartasapoetra (1989), Subsoil adalah lapisan tanah dibawah topsoil yang akan muncul bila lapisan tanah atas (topsoil) hilang selain karena bahan organik dan sebagian zat mineral telah hilang, karena juga mikroflora dan mikrofauna tidak ada. Sebagian dari zat mineral tertentu yang tersisi hanyalah unsur-unsur mineral tertentu yang belum bisa dimamfaatkan oleh tanaman dan ketersediaannya masih terkait oleh koloid-koloid pembentuk tanah, demikian juga dengan sistem perakaran tanaman hal ini diakibatkan oleh kandungan tanah liat dan besi hasil oksidasi. Subsoil sering dinyatakan sebagai lapisan tanah yang kurus dan masih mentah, bahan-bahan organik (humus, sisa-sisa tanaman yang membusuk) tidak dimilikinya.
Sehingga dapat dikatakan bahwa tanah subsoil merupakan tanah yang kandungan unsur haranya sangat sedikit, serta termasuk tanah yang masam. Dengan demikian, semakin dalam lapisan atau semakin bawah lapisan tanah yang digunakan maka kandungan unsur haranya juga semakin rendah. Sehingga tanah subsoil inilah yang menjadi alasan digunakan sebagai media tanam yang digunakan. Dengan sedikitnya atau bahkan tidak ada unsur hara yang ada pada tanah subsoil awal yang belum pernah digunakan untuk proses penanam atau budidaya tanaman inilah yang memudahkan percobaan ini untuk melihat kesuburan tanah melalui kekahatan unsur hara dengan penambahan atau perlakuan beberapa unsur hara yang digunakan (Foth HD, 2000).


4.2.2 Bahas  Data

Hasil praktikum dari berbagai perlakuan yang diberikan, diperoleh rata-rata tinggi tanaman jagung tertinggi yaitu 78,7 cm pada perlakuan ke-11 N+P+K+ Pukan. Rata-rata jumlah daun terbanyak yaitu 8,25 helai pada perlakuan ke-13 N+P+K+ Pukan + Kapur. Hal tersebut tidak sesuai dengan teori, karena menurut teori tinggi tanaman dan jumlah daun  yang tertinggi seharusnya pada perlakuan ke-13. Hasil tersebut dapat disebabkan karena pada perlakuan ke-11 dapat dilihat dari perkembangan akarnya yang banyak dan panjang sehingga proses dalam penyerapan air dan unsur hara yang diberikan terserap dengan baik dan optimal. Setelah tanaman jagung berumur 8 MST dihitung bobot brangkasan tanaman jagung, diperoleh bobot basah tanaman jagung tertinggi yaitu 162,5 gr pada perlakuan ke-13 N+P+K+ Pukan + Kapur, dan bobot kering tanaman jagung tertinggi yaitu 41,7 gr pada perlakuan ke13 N+P+K+ Pukan + Kapur.









 












Foto 1. Akar NPK + PUKAN                  Foto 2. Akar NPK + PUKAN + KAPUR
Faktor yang mempengaruhi tingginya tanaman jagung yaitu:
1.    Aerasi
Aerasi berkaitan dengan kandungan oksigen didalam tanah. Oksigen di dalam tanah diperlukan oleh akar untuk melakukan respirasi. Respirasi akar akan bermanfaat dalam perkembangan sel – sel akar dan juga berguna untuk membantu penyerapan nutrisi dari dalam tanah. Dan berkaitan dengan aerasi ini yaitu dilakukannya pembumbunan akar tanaman jagung yang muncul ke permukaan, agar unsur hara dan air dapat terserap dengan baik.

2.    Laju Pertumbuhan
Laju pertumbuhan disini menjadi faktor pengaruh karena pada 3 mst, perlakuan N + P + K + Pukan lebih rendah dari perlakuan N + P + K + Pukan + Kapur. Sedangkan pada pengamatan 4 mst, perlakuan N + P + K + Pukan melewati pertumbuhan tanaman perlakuan N + P + K + Pukan + Kapur dan selisih pertumbuhan lebih besar perlakuan N + P + K + Pukan daripada perlakuan N + P + K + Pukan + Kapur (Meity g., dkk,. 2012).

3.    Proses fotosintesis
Bobot brangkasan tanaman jagung berkaitan dengan meningkatnya efisiensi proses fotosintesis maupun laju translokasi fotosintat ke seluruh bagian tanaman. Karena pada perlakuan N + P + K + Pukan + Kapur memiliki jumlah daun yang paling banyak, sehingga hasil fotosintesis tersebut semakin meningkat dan baik (Muklis, 2007).

4.    Cahaya matahari
Tanaman jagung membutuhkan banyak cahaya matahari untuk pertumbuhan. Pada daerah perlakuan ke-11 dan ke-13 kebutuhan cahaya matahari terpenuhi (Prayudimarta, 2012).

Hasil praktikum juga diperoleh rata-rata tinggi tanaman jagung terendah yaitu 28,08 cm pada perlakuan ke-4 N. Rata-rata jumlah daun terbanyak yaitu 3,8 helai pada perlakuan ke-6 K dan ke-8 N+K. Hal tersebut tidak sesuai dengan teori, karena menurut teori tinggi tanaman dan jumlah daun  yang terendah seharusnya pada perlakuan ke-1 kontrol. Hasil tersebut dapat disebabkan karena pada perlakuan ke-8 N+K dan ke-6 K daun yang dihasilkan mengalami kelayuan lalu mati sehingga jumlahnya sedikit, sedangkan pada perlakuan ke-4 N kedalaman pada saat penanaman sehingga pertumbuhannya terlambat dan perkembangan akar tanaman jagung sedikit sehingga penyerapan air dan unsur hara tidak optimal. Setelah tanaman jagung berumur 8 MST dihitung bobot brangkasan tanaman jagung, diperoleh bobot basah tanaman jagung teendahi yaitu 7,4 gr pada perlakuan ke-8 N+K, dan bobot kering tanaman jagung terendah yaitu 1,5 gr pada perlakuan ke-8 N+K.







IMG_20160522_200824.jpg
IMG_20160522_200848.jpg
IMG_20160522_200903.jpg

 



                                        







Foto 3. Akar N+K                Foto 4. Akar N                       Foto 5. Akar K(Kcl)

Faktor yang mempengaruhi rendahnya tanaman jagung yaitu
1.    Titik layu permanen
Kandungan air tanah dimana akar-akar tanaman mulai tidak mampu lagi menyerap air dari tanah, sehingga tanaman menjadi layu. Tanaman akan tetap layu baik pada siang ataupun malam hari. meskipun ke dalam tanah ditambah lengasnya/ tidak bisa segar kembali meskipun tanaman ditempatkan ke dalah ruangan yang jenuh uap air.Hal ini terjadi karena peristiwa plasmolisis.Plasmolisis yang terjadi pada sel tanaman sudah lanjut dan sel terlanjur mati, meskipun tanaman disiram deplasmolisis tidak akan terjadi, tanaman mati (Prayudimarta, 2012).
2.    Aerasi
Tidak dilakukannya pembumbunan pada akar tanaman yang keluar sehingga terjadinya penguapan air sehingga proses aerasi menjadi kurang baik (berkaitan dengan penyerapan air dan unsur hara) (Prayudimarta, 2012).

3.    Akar
Fungsi dari akar penyangga adalah menjaga tanaman agar tetap tegak dan mengatasi rebah batang. Akar ini juga membantu penyerapan hara dan air (Kemas Ali, 2005).

4.    Penanaman
Pada pembibitan atau penanaman benih pengaturan posisi dan kedalam benih sangat mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan awal bibit dan mentukan kualitas sistim perakaran. Demikian pula dengan kedalam media tanam yang berpengaruh pada perkecambahan dan keberhasilan tumbuhnya
(Kemas Ali, 2005)

5.    Pemupukan
Tanaman menjadi kecil atau kerdil pertumbuhannya karena penyebaran pupuk dan penyiraman yang tidak merata (Prayudimarta, 2012).












\




IV.            KESIMPULAN


Kesimpulan dari praktikum yang telah dilakukan adalah sebagai berikut :
1.        Perbandingan dari 13 perlakuan diperoleh rata rata tertinggi tanaman jagung pada perlakuan N+P+K+ Pukan yaitu 78,7 cm, rata-rata jumlah daun terbanyak pada perlakuan N+P+K+ Pukan + Kapur yaitu 8,25 helai. sedangakan pada rata-rata tinggi terendah pada perlakuan N yaitu 28,08 cm, dan rata-rata jumlah daun sedikit pada perlakuan K dan N+K yaitu 3,8 helai.

2.        Diperoleh bobot basah dan bobot kering tertinggi yaitu 162,5 gr dan 41,7 gr pada perlakuan N+P+K+ Pukan + Kapur pada perlakuan  dan bobot basah dan bobot kering terendah yaitu 7,4 gr dan 1,5 gr pada perlakuan N+K.

3.        Tanah subsoil memiliki tingkat kesuburan yang rendah, sehingga tidak baik bagi pertumbuhan tanaman maka diberikan perlakuan penambahan pupuk dapat terlihat pertumbuhan dari respon tanaman dengan jelas.

4.        Pertumbuhan tanaman terlihat beragam dan meningkat seiring kelengkapan hara yang diberikan pada tanah mulai dari kontrol, pupuk kandang, kapur, N, P, K, N+P, N+K, P+K, N+P+K, N+P+K + pupuk kandang, NPK + kapur, NPK + pupuk kandang + kapur.

5.        Pada tanah yang tidak ditambahkan unsur hara tertentu tanaman menunjukkan gejala defisiensi kekahatan seperti kekurangan unsur N tanaman mengalami kerdil dan daun kekuningan mulai dari tulang daun, kekurangan unsur P daun tanaman mengalami keunguan dipinggir daun, kekurangan unsur K daun tanaman terjadi nekrotik pada pinggir daun tanaman.







DAFTAR PUSTAKA


Foth HD 2000. Dasar–Dasar Ilmu Tanah . Yogyakarta: Gajah Mada University Press

Hardjoloekito, A.J. Hari Soeseno. 2009. Pengaruh Pengapuran Dan Pemupukan P Terhadap Pertumbuhan Dan Hasil Tanaman Kedelai (Glycine Max, L.) Pada Tanah Latosol. Media Soerjo. Vol. 5 No. 2. 2009. http://www.unsoer.ac.id/jurnal /media-soerjo-2009/ oktober/Hari. pdf, Diakses pada tanggal 20 Mei 2016 pukul 19.00 WIB.

Hasibuan, B.E., 2010. Pupuk dan Pemupukan. Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara. Medan.

Jemrifs H. H. Sonbai, Djoko Prajitno, Abdul Syukur. 2013. Pertumbuhan  Dan Hasil  Jagung Pada  Berbagai  Pemberian Pupuk Nitrogen Di Lahan Kering  Regosol. Ilmu Pertanian Vol. 16 No.1, 2013 : 77 – 89. http://jurnal.ugm.ac.id/index.php/jip/article/downl oad/2527/2261, Diakses pada tanggal 20 Mei 2016 pukul 19.00 WIB

Jumini, Nurhayati, dan Murzani.2009. Efek Kombinasi Dosis Pupuk N P K Dan Cara Pemupukan Terhadap Pertumbuhan Dan Hasil Jagung Manis. J. Floratek 6: 165 – 170. http://jurnal.unsyiah.ac.id /floratek/article/viewFile/510/430, Diakses pada tanggal 20 Mei 2016 pukul 19.00 WIB.

Kartasapoetra, A.G. 1989. Pengantar Ilmu Tanah. Rineka Cipta. Jakarta.

Kemas Ali. 2005. Dasar-Dasar Kesuburan Tanah. Lampung: Universitas Lampung Press.

Meity g. M. Polii dan selvie tumbelaka. 2012. Hasil tanaman jagung manis (zea mays saccharata l.) Pada Beberapa dosis pupuk rganic. Hal 3. Jurusan budidaya pertanian fakultas pertanian unsrat.

Muklis 2007. Analisis Tanah dan Tanaman. Medan: Universitas Sumatera Utara Press

Nugroho, A.,Syamsulbahri., D. Hariyono., A. Soegainto dan Hanitin. 2000. Upaya meningkatkan hasil jagung manis melalui pemberian kompos azolla dan pupuk N. Agrivita 22: 11-17.

Patti P.S., E. Kaya dan Ch. Silahooy. 2013. Analisis Status Nitrogen Tanah Dalam Kaitannya Dengan Serapan N Oleh Tanaman Padi Sawah Di Desa Waimital, Kecamatan Kairatu, Kabupaten Seram Bagian Barat. Agrologia, Vol. 2, No. 1, 2013, Hal. 51-58. http://ejournal.unpatti.ac.id/p pr_iteminfo_l nk.php?id=393. Diakses pada tanggal 20 Mei 2016 pukul 19.00 WIB.


Rubatzky, V. E. dan M. Yamaguchi. 1998. World Vegetables :Principles, Production and Nutritive Values (Sayuran Dunia I, Prinsip , Produksi dan Gizi, alih bahasa oleh C. Horison). Institut Teknologi bandung, Bandung.

Saenong 2008. Teknologi Benih Jagung. Bogor: Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan.

Comments